Soo-ha berlari
menuju rumah Hye-sung. Soo-ha mencoba menelpon Hye-sung tapi tidak di angkat
karena HYe-sung sedang menelpon pengirim sms itu, yang bunyi ringtone hpnya
terdengar di dalam rumah. Hye-sung mengendap-endap keluar kamar, mengambil
wajan, dan berdiri dengan waspada di depan ruang baju dekat dapur.
Soo-ha sampai di
depan rumah Hye-sung. Mencoba membuka pintu, tapi terkunci.
Hye-sung berteriak,
“Siapa disana? Cepak keluar! Saya telpon polisi sekarang!”
Teriakannya
terdengar oleh Soo-ha, Soo-ha yang panik langsung menendang pintu.
Brak..
Soo-ha masuk,
Hye-sung menanyakan mengapa Soo-ha ada di tempatnya.
“Aku takut, seseorang ada di ruangan itu.” batin Hye-sung.
Soo-ha menyuruh
Hye-sung menunggu di luar. Kemudian Soo-ha perlahan membuka pintu ruangan itu
dan menyalakan lampu. Tidak ada orang disana, hanya ada sebuah hp milik orang
lain.
Episode 4
Remember Me in The Dark
Polisi datang ke
rumah Hye-sung, “Kau menelpon polisi hanya karena telpon ini?”
Hye-sung menjawab
iya. “Lalu siapa yang merusak pintu depan?” tanya pak polisi lagi. Hye-sung
menunjuk Soo-ha yang mukanya babak belur.
“Jadi, dia
mendapatkan luka akibat berkelahi dengan pencurinya?” tanya pak polisi lagi.
Soo-ha menjawab bukan. “Lalu kenapa kau menelpon kami?” tanya pak polisi
jengkel.
Hye-sung: “Karena
telpon itu. Saya sering menerima sms dari hp itu sebelumnya. Tapi hp itu ada di
rumah saya.”
Polisi: “aahh, jadi
yang mendobrak pintu depan dan yang memukul pria ini bukan pencuri kan? Lalu
mengapa kau menelpon kami?” (Aisshh ni pakpol, odong apa gimana ya, udah
dijelasin 2x juga.)
Hye-sung: “Seseorang
yang aku tidak kenal masuk ke dalam rumah dan meninggalkan ponselnya saatsaya
tidak di rumah. Ini namanya pencurian. Menurut KUHP pasal 319, hukuman minimal
3 taun atau denda 500 ribu won. Itu akan dijatuhi apabila kita menemukan
pencurinya dan membuatnya menerima hukuman.”
Soo-ha menatap pak
polisi, “Wanita ini benar-benar gila. Ini
menyakitkan.” Suara pakpol.
Pakpol: “Kami akan melakukan
pelacakan pada pemilik ponsel ini dan menghubungimu secepatnya.”
Pakpol keluar.
Hye-sung heran, kenapa polisi tidak menempatkan orang unutk berjaga dirumahnya.
Di luar para
tetangga berkumpul dan menanyai pakpol, apakah di dalam ada pencuri. Pakpol
bilang bukan apa-apa dan akan masuk ke mobil. Tiba-tiba Soo-ha datang mencegah
dan bilang ada yang ingin Soo-ha katakan. “Aku tahu siapa pemilik ponsel itu.”
Hye-sung mencoba
memperbaiki pintu depan. Tapi tidak bisa, Soo-ha datang memberitahu kalau harus
ditarik dengan keras. Soo-ha melakukannya untuk Hye-sung.
Sambil menahan
sakit, Soo-ha menasehati Hye-sung:”Kamu tidak pernah tahu apa yang mungkin
terjadi hari ini, jadi jangan tinggal sendirian. Orang itu mungkin akan kembali
lagi.”
Hye-sung dengan santai
berkata, “Sekarang bukan saatnya untuk mengkhawatirkan aku. Katakan, kenapa
kamu ada disini? Dan ada apa dengan wajahmu?”
Soo-ha: “tidak apa-apa. Tinggalah dengan temanmu untuk beberapa saat. Jangan tinggal disini.”
Soo-ha: “tidak apa-apa. Tinggalah dengan temanmu untuk beberapa saat. Jangan tinggal disini.”
Dan, bruk..Soo-ha
jatuh ke depan menimpa Hye-sung, dan kemudian terduduk dipelukan Hye-sung.
Hye-sung nya ketiban.
Hye-sung: “Hey, Gum,
sadarlah.”
Ketika Hye-sung
panik akan menelpon 911, terdengarlah suara dari sebelahnya… grook…grook…
(Soo-ha mendengkur alias ngorok! HAHAHAHA)
Hye-sung bertanya
apa Soo-ha tertidur, tapi tak di jawab Soo-ha. Soo-ha pun bermimpi:
Di rumah abu
ayahnya, Pamannya menghampirinya dan berkata bahwa Soo-ha kecil akan tinggal
bersama dia dan berbagi kamar dengan sepupunya. Si paman berkata dalam hatinya,
“Kakak ipar, jika kamu pergi, seharusnya
kau membawa anakmu. Mengapa kau pergi sendiri dan membuat orang lain kesulitan.
Sangat sulit bagiku membesarkan 3 anak, bagaimana aku membesarkan satu lagi.”
Soo-ha kecil mundur.
Kemudian saat di
taman hiburan, dia di antar oleh seorang ahjumma mencari-cari seseorang.
Mencari pamannya, rupanya dia terpisah dari pamannya itu. Saat dia melihat
pamannya, dia memanggilnya. Namun si paman tidak terlihat gembira, dia
menerbangkan balonnya dan berkata dalam hatinya, “Kumohon..menghilanglah. aku tidak bisa pindah dengan membawamu.”
Soo-ha kecil lalu
terdiam. Dan si paman berlalu pergi tanpa menghiraukan Soo-ha. Soo-ha kecil
menatap langit, melihat 4 balon yang diterbangkan pamannya, ada 1 yang
tersangkut pohon.
Kembali ke masa
kini. Soo-ha terbaring di tempat tidur dengan Hye-sung disampingnya yang
mengobati lukanya. (Itu Hye-sung angkat Soo-ha sendiri ke kasur gitu? Hehe..)
Hye-sung meraba dahi
Soo-ha, “apakah dia terluka parah?” dan membandingkan dengan dahinya.
Soo-ha terbangun dan
akan bangkit. Hye-sung menahannya, menyuruh Soo-ha untuk disitu saja karena
Soo-ha demam. Hye-sung merapikan poni Soo-ha dan menempelkan plester ke pipi
Soo-ha. Soo-ha terlihat bingung, atau gugup ya?
“Apakah aku perlu menghubungi orang tuanya? Mereka akan khawatir. Tapi
mengapa dia datang ke rumahku? Mengapa dia terluka? Gum…apakah dia seorang
gangster?” Hye-sung berpikir sambil menatap Soo-ha.
Soo-ha: “Aku tidak
punya orang tua yang mengkhawatirkanku. Aku datang karena aku mau bertanya
sesuatu. Dan juga, aku terjatuh saat menuju kesini, itulah mengapa aku seperti
ini. Dan, aku bukan gangster.”
Hye-sung kesal,
“Gum, apakah kamu melihat pikiran orang lain 24 jam dalam sehari?” Hye-sung
mengenakan kupluk jaketnya sampai menutupi wajah. Lalu dia menyuruh Soo-ha
menginap saja karena sudah tidak ada bis lagi, dan besok pagi harus pergi ke
rumah sakit. Dan Hye-sung juga menanyakan Soo-ha tadi mau tanya apa.
Soo-ha: “Akankah dia mengenaliku? Namaku….apakah
kau tahu?
Hye-sung: “Nama? Aku
tidak tahu. Kita tidak akan saling bertemu lagi, jadi aku tidak perlu tau.”
Soo-ha memegang
pergelangan tangan Hye-sung dan mengatakan namanya: “Namaku Soo-ha. Park
Soo-ha.”
Hye-sung: “Park
Soo-ha? Namamu terdengar normal dilihat dari sikapmu. Gum lebih cocok. Sangat
cocok.”
Hye-sung lalu keluar
kamar dan menyuruh Soo-ha untuk tidur, Soo-ha tampak kecewa..
Soo-ha: “Bodoh.
Wajar saja dia tidak mengingatnya. Ini sudah 10 tahun.”
Hye-sung tidur di
sofa. Dia berpikir seperti pernah mendengar nama Park Sooha.
Di luar terlihat
Joon-guk menatap rumah Hye-sung sambil memegang brosur restoran ibu Hye-sung.
(berarti tadi
Joon-guk beneran ada di rumah Hye-sung ya.. tapi hp nya itu tertinggal atau
sengaja ditinggal?)
Kediaman Hakim Seo.
Mereka sedang
sarapan bersama, banyak makanan tersedia di meja karena hari ini ulang tahun
Seo Do-yeon. Nyonya Seo mengingatkan mereka untuk datang nanti malam ke
restoran jam 7 malam.
Kemudian Hakim Seo
berkata pada Do-yeon bahwa kemarin ia bertemu dengan Ketua Kong. Ketua Kong
bilang Do-yeon membatalkan tuntutan, apa yang terjadi?
Do-yeon terdiam,
Nyonya Seo yang menjawab bahwa saksi merubah keterangannya dan Do-yeon juga
merasa kecewa.
Hakim Seo: “Aku
dengar, pengacara terdakwa adalah Hye-sung.”
Do-yeon menjawab
iya.
Nyonya Seo tampak
terkejut: “Hye-sung? Hye-sung yang tinggal di rumah kita 10 tahun yang lalu?”
Do-yeon: “Ya. Dia
menjadi seorang Pembela umum.”
Hakim Seo: “Setelah
10 tahun, kau bertemu kembali dengan anak seorang pembantu yang menjadi Pembela
Umum dan kau membatalkan tuntutan dihadapannya?”
Do-yeon tertunduk,
“Maafkan saku. Lain kali, aku tidak akan membuat kesalahan seperti itu lagi.”
Do-yeon tidk jadi
sarapan dan pamit pergi karena harus mendatangi lokasi kejadian sebuah kasus.
(Hakim Seo
sepertinya sangat keras pada Do-yeon, dia tidak mengenal kata kalah, dan Hakim
Seo terlihat tidak mempedulikan perasaan Do-yeon. Pantas saja Do-yeon jadi
seperti itu sifatnya.)
Nyonya Seo: “Jika
kau terus seperti itu, maka rumor itu akan semakin berkembang.”
Hakim Seo: “Rumor
apa?”
Nyonya Seo: “Rumor
bahwa kau menemukan Do-yeon di kolong jembatan.”
Hakim Seo: “Lelucon
apa itu….”
Nyonya Seo: “Kau
tahu dengan pasti. Itu bukan lelucon.”
(Waaww, Do-yeon
bukan anak kandung mereka..)
Soo-ha bangun,
sebelum keluar kamar dia ngaca dulu. Biasa, rapihin rambut, dan mengenang saat
tadi malam Hye-sung mengobatinya, and he’s smiling…
Soo-ha keluar kamar,
pada saat yang bersamaan Hye-sung bangun dengan keadaan yang acak-acakan.
Soo-ha kaget, doeng… (Nado…. Hahaha…)
Hye-sung dengan
santai bilang: “Yah, walaupun aku bangun dengan cantik, itu tidak akan berarti
apa-apa untukmu. Jadi aku tidak harus terlihat cantik di depanmu kan?”
Hye-sung mengambil
air minum ke kulkas, “Mungkin akan sama walaupun kamu gak punya kakak
perempuan. Lagipula, 99% wanit di dunia terihat seperti ini dipagi hari.” Dan
Hye-sung minum langsung dari botolnya. Soo-ha terpengarah.
“kamu harus
mengenyahkan pikiran fantasy mu dan terimalah kenyataan.” Kata Hye-sung, lalu
menawarkan minumannya pada Soo-ha.
Soo-ha langsung
gedeg-gedeg, “Ani.”
Mereka duduk di
dapur. Hye-sung menyiapkan sarapan. Nasi instan, sayur instan, jagung kalengan,
saus botol. Lalu menutup tempat makannya dan mengocoknya. Soo-ha? Kelihatan
banget dia gak suka, semacam jijik gitu, jorok… Hye-sung nyiapin makannya
sambil jilat-jilat tangan. Soo-ha sampe bilang, apakah ini makanan anjing…
hye-sung jawab jangan minta lebih, makan saja..
Soo-ha tanya, kenapa
Hye-sung cuma punya satu sendok saja. Hye-sung bilang dia tinggal sendiri, jadi
punya satu atau dua tidak masalah.
(kenapa coba Soo-ha
tanya begitu? Soo-ha makan pake centong nasi! Wkwkwkwk.. nih, potonya.)
Soo-ha melihat ke
sekeliling, “Apakah kau kehilangan sesuatu? Sepertinya si pencuri membuat
kekacauan (ngebeantakin rumah) karena mencari sesuatu.”
Sekarang Hye-sung
yang melihat ke sekeliling, “Kekacauan? Bukan pencuri itu yang melakukannya.
Soo-ha: “Jika bukan
si pencuri, lalu siapa yang……..” ucapan terhenti setelah melihat muka Hye-sung
dan Soo-ha pun memasang ekspresi syok. HAHAHAHA.
Hye-sung makan
sambil menahan ingus supaya tidak keluar. (kyk yg pilek gitu lho..)
Soo-ha: “Kau hidup
seperti ini???!!!” haaahhh….Soo-ha menghela napas.
Dia mengedarkan
pandangannya ke sekeliling, dan mengingat perkataanya pada Seong-bin sewaktu
Seong-bin menanyakan seperti apa cinta pertamanya. “Dia wanita paling indah di
dunia.” Yaks, kenyataannya sebaliknya! Ini yang membuat Soo-ha syok. Hancurlah
pemikirannya selama ini tentang Hye-sung.
Hye-sung yang
sepertinya menyadari Soo-ha yang kaget dan syok bilang, “99% wanita di dunia hidup
seperti ini. Bahkan Suzy dan Girls Generation hidup seperti ini. Mereka
kemungkinan terlihat seperti saat di rumah.” (Hayo, siapa yang setuju?)
Soo-ha kesal dan
menggebrak meja, “Makan atau bicara, lakukan satu persatu!” (Hye-sung ngomong
sambil makan.)
Soo-ha galau di
sekolah, dia dengan serius mendengarkan dan meresapi penjelasan guru dengan
memasang wajah aneh.
Dia telah pergi, kekasihku telah pergi.
Menuju matahari di balik hutan, dia berjalan pergi meninggalkanku.
Guru: “Dalam puisi
ini ada banyak tafsiran tentang “dia” yang telah menghilang. Aku berpikir “dia”
adalah cinta pertama seseorang. Cinta pertama, kalian lihat, seperti puisi ini,
membuat orang menangis dan membuat terpesona. Harapanmu untuk bertemu kembali
dengan cinta pertamamu membuat hatimu berdebar. Apakah kalian mempunyai cinta
pertama semacam itu?”
“TIDAK!” Soo-ha
dengan muka anehnya menggebrak meja dan mengagetkan semua orang, sampai-samapi
si Joon-gi yang tertidur langsung bangun. Dan tanpa sadar Soo-ha mencengkram
meja dengan cakarnya.. Dia tidak terima sosok cinta pertamanya tidak seindah
itu.
(HAHAHA, sumpah aku
ngakak banget liat adegan ini walaupun di ulang-ulang.. kocak ekspresi muka
Soo-ha nya.)
Ibu membawakan
banyak sekali ayam goreng pada Hye-sung untuk diberikan pada teman kantornya,
sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan mereka hingga Hye-sung bisa menang
di persidangan pertamanya. Kemudian ibu meminta Hye-sung menemui putra temannya
untuk kencan buta. Kan Hye-sung waktu itu bilang setelah jadi pengacara di mau
menikah.
Ibu bilan pria ini
putra pemilik sauna, dia kaya, dan juga seorang pengacara, pasti cocok sama
Hye-sung. Tapi Hye-sung menolaknya, dia bilang sudah gak mau menikah lagi, dia
sadar kalau dia pengacara yang hebat, jadi standarnya tinggi. Anggap saja aku
sudah menikah dengan hukum, kata Hye-sung.
Ibu memukul kepala
Hye-sung, dan menyuruhnya untuk rendah hati. Masih panjang perjuangan Hye-sung
menjadi pengacara. Jadi jangan sombong.
Trio lelaki sedang
makan ayam goreng kiriman ibu Hye-sung. Pengacara Shin komentar, “Setelah dia
menyelesaikan persidangan yang kedua, sepertinya kita akan mati terbakar karena
ayam.” Mereka tertawa.
Hye-sung sedang
dihias kukunya oleh Seong-bin. Hye-sung merasa hiasannya terlalu berlebihan.
Seong-bin: “Ini
sangat mahal. Kalau kamu membuatnya di salon, mungkin mereka akan mengenakan
biaya 20 ribu won.”
Hye-sung: “Kamu
memiliki bakat yang bagus. Kamu harusnya merasa beruntung. Ada banyak pengacara
yang hanya mengatakan beberapa kalimat dan mendapatkan banyak uang karenanya. Tapi
lihatlah aku. Aku pergi ke sekolah untuk menyelidiki, aku menyadarkan saksi.
Dan semua itu aku lakukan tanpa bayaran. Kamu harus merasa senang bertemu
dengan pengacara sepertiku.” (sombong nih..)
Trio lelaki
memperhatikan dan mendengarkan apa yang dibicarakan Hye-sung.
Seong-bin tersenyum,
“Aku tau. Aku akan mengenangnya seumur hidup.”
Hye-sung: “Oke. Tulislah
disana dan tandatangani sebelum pergi.”
Seong-bin mengaku,
saat pertama kali bertemu Hye-sung dia merasa seperti melangkah ke dalam xxxx,
tapi kemudian mengubah pendapatnya.
Seong-bin: “Kau
percaya padaku disaat tidak ada seorangpun, keluargaku, guruku, yang percaya
padaku. Mengapa kau percaya padaku?”
Hye-sung awalnya
bingung mau jawab apa, “Oh, itu… well, aku hanya dapat merasakannya. Perasaan yang
benar.”
Seong-bin: “Terima
kasih. Eonni satu-satunya orang yang…. Tunggu. Soo-ha juga percaya padaku.”
Hye-sung: “Tapi
mengapa Gum tidak datang denganmu?”
Seong-bin: “Dia
tadinya akan datang. Tapi menerima telpon dan pergi ke suatu tempat.”
Hye-sung: “Kemana?”
Soo-ha pergi ke
kantor polisi yang kemarin. Dia menanyakan siapa pemilik hp itu. Pakpol yang
waktu itu bilang pemiliknya adalah seorang ahjumma.
Soo-ha: “Tapi
mengapa hp itu ada di rumah orang lain? Apakah kau sudah mengecek sidik
jarinya? Dan bagaimana dengan orang yang aku tanyakan? Apa kau menemui Min
Joon-guk?”
Pakpol: “Dia hidup
sebagai orang bail! Dia seorang relawan.”
Soo-ha bertanya
apakah pakpol menemuinya dan meminta alamatnya. Tapi pakpol tidak bisa
memberitahukan karena aturannya begitu. Tapi Soo-ha kita bisa tahu hanya dengan
memancing dengan pertanyaan dan menatap pakpol itu.
Soo-ha di depan
sebuah gereja. Sedang ada pembagian makanan gratis disana. Dan dia melihat
Joon-guk sedang melayani memberikan sup. Joon-gi terlihat seperti orang baik,
dia tidak memarahi bapak tua yang akan mengambil lebih jatah ubi, bahkan dia
memberikan kantong plastik pada bapak tua itu dan memberikan banyak ubi.
Soo-ha melihatnya
dari jauh, dan teringat kejadian itu, saat ayahnya dibunuh dengan brutal oleh Joon-guk.
Soo-ha terlihat sangat marah. Dia menghampiri Joon-guk.
Joon-guk
menyadarinya dan bertanya, “Kau seorang pelajar kan? Apa kau datang kesini
karena kau lapar?”
Soo-ha tersenyum:
“Tidak, aku tertarik untuk menjadi relawan. Bagaimana aku memulainya?”
Joon-guk
memberitahukannya pada atasannya dan bertanya siapa nama Soo-ha.
Soo-ha: “Namaku, Kim
Joong-ki.”
Yoo-chang memberikan
berkas-berkas kasus baru yang akan ditangani Hye-sung.
Hye-sung bertanya
kasus apa yang mempunyai banyak berkas seperti ini. Hye-sung membuka berkas dan
melihat Do-yeon yang menjadi jaksa penuntutnya. Hye-sung menilai Do-yeon
terlalu berlebihan. Yoo-chang bilang sebenarnya tidak berlebihan, ini kasusnya
rumit.
Kemudian Yoo-chang
bercerita tentang kasus itu: “Dua bersaudara mendatangi minimarket dan mencuri
semua uang yang ada di kasir. Mereka ketahuan oleh pemiliknya. Lalu, salah satu
dari mereka menikam pemiliknya dengan pisau. Dan yang satu lagi berusaha mencegah.”
Hye-sung: “Itu
terlihat seperti kasus biasa. Yang menikam dituntun untuk pembunuhan dan yang
satu lagi hanya untuk perampokan. Bukankah itu akan selesai dengan mudah?”
Yoo-chang: “Tapi
Jaksa menuntunt mereka berdua untuk pembunuhan.”
Hye-sung: “Apakah
Do-yeon berpikir dengan baik? Salah satu dari mereka mencegah saudaranya. Itu
tidak bisa dipertimbangkan untuk menuntut mereka berdua dengan hal yang sama.
Do-yeon itu memang seperti itu. selalu saja berlebihan dalam sesuatu.”
Yoo-chang: “Itu
memang terlihat seperti tu…tapi dia tidak punya pilihan. Yang menikam dan yang
mencegah sangat sulit untuk dibedakan.”
Hye-sung: “Kenapa
sulit? Disana pasti ada CCTV, kan?”
Yoo-chang: “Mereka
berdua kembar. Dan identik. Lalu, mereka berdua menyatakan mereka yang melakukan
penikaman.” (jadi dua-duanya ngaku.)
Hye-sung: “Memangnya
semirip apa sih?”
Hye-sung lalu
melihat foto diberkasnya dan terkejut. Mereka benar-benar mirip. Lalu Hye-sung,
“Siapa yang akan aku bela, yang menikam atau yang mencegah?”
Yoo-chang: “Berdasarkan
berkas, yang melakukan penikaman.”
Hye-sung menemui
terdakwanya di tahanan polisi. Dia bernama Jeong Pil-seung, si adik kembar.
Hye-sung memperkenalkan dirinya sebagai pengacara Pil-seung. Ternyata dia sudah
tau, Pengacara Jang yang berhasil mengalahkan Jaksa di kasus pertamanya. Dia
tahu dari orang-orang yang mengatakan dia beruntung.
Hye-sung: “Kita
harus melewati sampai akhir persidangan untuk melihat kamu beruntung atau
tidak.”
Lalu Hye-sung
membaca berkasnya: “Kau dan kakakmu dituntun atas perampokan dan pembunuhan.
Benar?”
Pil-seung: “Itu
bukan kakak! Kakak hanya mengikutiku dan mengambil kesalahan. Aku yang
menikamnya.”
Hye-sung: “Kau tidak
punya catatan kejahatan.”
Pil-seung: “Ya,
kakakku yang punya. Jika dia dituntun untuk pembunuhan dan ini merupakan
pengulangan, mungkin dia akan dihukum seumur hidup.”
Hye-sung: “Jadi,
kamu mencoba mengambil kesalahan, daripada dia, karena kau tidak punya catatan
kejahatan.”
Pil-seung: “Tidak,
bukan seperti itu. aku benar-benar menikamnya! Kakak tidak bersalah. Tolong
berpendapatlah seperti itu.”
Hye-sung: “Dengar,
aku pengacaramu. Dan, apa catatan polisi? Apakah kau tahu apa yang akan kau
peroleh? Sadarlah. Ini bisa membuatmu di penjara seumur hidupmu.”
Pil-seung: “Aku
tahu. Makanya aku memohon padamu, pengacara.”
(pil-seung ini ingin
menutupi kesalahan kakaknya, dia ingin mengorbankan dirinya sendiri..)
Hye-sung mendatangi
kediaman Pil-seung. Sebuah kamar yang dipenuhi dengan buku-buku dan ada piagam
penghargaan terpajang disana. Hye-sung kesana untuk mengambil anak anjing
Pil-seung.
Kwan-woo sedang
mengetik sesuatu sambil mengantuk. Berkali-kali dia akan terjatuh. Yoo-chang
tersenyum geli melihatnya, dan memberikannya kopi.
Yoo-chang: “Tidur
atau mengetik. Lakukan satu persatu.”
(dejavu, sama kayak kata-kata Soo-ha.)
Kwan-woo: “Aku tidak
bisa. Besok adalah persidangan terakhir untuk kasus Jo Yeong-sook. Aku harus
menyelesaikannya hari ini. Aku akan melakukannya.”
Yoo-chang: “Kau
tidak tidur dari kemarin, kan?”
Kwan-woo menghela
nafas, “Otakku ini sepertinya sudah terganti dengan bongkahan kayu. Ini tidak
bekerja sekarang.” Kwan-woo mengacak-ngacak rambutnya sendiri.
Yoo-chang kembli
tersenyum geli.
Hye-sung masuk ke
kantor sambil membawa anak anjing Pil-seung. Dia memberinya minum. Hye-sung
bilang akan menjaga anak anjing itu sampai kasus selesai. Yoo-chang bilang dia
dituduh perampokan dan pembunuhan, dan mungkin akan dihukum 10 tahun.
Hye-sung: “Di tidak
membunuh siapapun. Jaksa telah salah.”
Yoo-chang kaget,
“Jaksa salah lagi?”
Hye-sung: “Ya. Aku melakukannya sebelumnya. Mengapa aku tidak
bisa sekarang?’
Yoo-chang: “Btw, kasusnya sepertinya akan diperkuat dengan
kasus kakaknya.”
Hye-sung: “Apa? Jadi mereka berdua akan mejalani persidangan
bersama?”
Yoo-chang: “Ya. Mungkin kali ini kamu harus mempersiapkan diri
untuk melawan kakak pengacara tertua daripada dengan jaksa. Dia mungkin juga
akan mengatakan kliennya tidak bersalah.”
Hye-sung: “Lalu siapa kakak pengacara tertua?”
Yoo-chang: “Dia Pembela umum juga.”
Hye-sung: “Pembela umum? Apakah Pengacara Shin?”
Hye-sung: “Pembela umum? Apakah Pengacara Shin?”
Yoo-chang: “Bukan. Tuh, Pengacara Cha.”
Mereka kemudian melihat ke arah Kwan-woo yang tertidur di atas
keyboard.
Soo-ha bersama
Joon-guk di dapur. Joon-guk sedang memotong kubis.
Joon-guk: “Pekerjaan
nya banyak ya? Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan minggu lalu.”
Soo-ha: “Sudah
berapa lama anda menjadi relawan?”
Joon-guk: “Sekitar
satu bulan.”
Soo-ha: “jadi anda
sudah tinggal disini selama sebulan?”
Joon-guk: “Ya.” Lalu
Joon-guk bertanya mengapa Soo-ha melihatnya dengan tatapan seperti itu.
Soo-ha: “Apakah
kamu, mengenalku? Kamu terasa tidak asing.”
Joo-guk: “Tidak.”
Tapi dalam hatinya berkata, “Dimana aku
pernah melihatnya? Aku pernah melihat ekspresi yang sama.”
Soo-ha: “Apakah anda
pergi ke kantor pengadilan beberapa hari yang lalu? Pengadilan Yeonjo.”
Joon-guk
menghentikan kegiatan memotongnya: “apakah
dia melihatku disana?”
Soo-ha: “Benar?”
selidik Soo-ha.
Joon-guk mempererat pegangannya
pada gagang pisau, lalu tersenyum: “Tidak. Aku tidak pernah pergi ke
pengadilan.”
Soo-ha: “Oh.. Aku
pikir aku salah mengenali orang.”
-----------bersambung ke bagian 2-----------
Note:
aku komentarnya sekalian pas di tulisan sinopsis aja ya? aku suka lupa
kalo udah selesai mau komen apa.. aku bikin nya sambil nonton, jadi
sekalian..
oya, aku penasaran, koq kayaknya Pengacara Shin punya kemampuan yang sama kayak Soo-ha ya?
soalnya dia seneng banget merhatiin orang lain, terutama kalo pas ngeliat Hye-sung, ekspresinya beda..
No comments:
Post a Comment