Social Icons

Pages

Sunday, November 24, 2013

Sinopsis I HEAR YOUR VOICE Episode 5 - 2

Kwan-woo pulang dengan riang. Menuruni tangga sambil melompat-lompat. Dia kemudian mengingat sesuatu dan menelpon seseorang.
“Anyeonghaseyo eomonim. Saya ingin mengatakan sesuatu. Kencan butan yang anda bicarakan waktu itu. sepertinya saya tidak bisa pergi. Ada seseorang yang saya perhatikan. Maapkan saya, anda begitu perhatian.”
Dan ternyata yang ditelpon Kwan-woo adalah ibu.
 
“Tidak apa-apa. Aku hanya merasa ini seperti sia-sia. Dia adalah teman putriku, jadi aku mengenalnya dengan baik. Dia cantik dan juga seorang pengacara. Dia anak satu-satunya dan tumbuh dengan banyak kasih sayang. Kalian berdua benar-benar serasi. Aigo, maafkan aku. Malangnya. Hubungi aku jika kau mengubah keputusanmu. Aku tidak mau menyerah terhadapmu. Baiklah, hati-hati di jalan.”
Ibu mendesah.
 
Temannya yang membantu ibu mengupas sesuatu dan tadi mendengarkan, bertanya siapa teman anak ibu? Dia cantik, anak satu-satunya dan seorang pengacara. Siapa itu?
Ibu: “Ah, itu Jang Hye-sung.”
Teman ibu kesal, bukankah tadi ibu bilang temannya.
Ibu: “Jika aku mengatakan bahwa itu putriku dari awal, dia akan merasa tertekan dan menolaknya. Jadi, aku menggunakan sedikit taktik.
Teman ibu  bertanya lagi apakah ibu memberitahu Hye-sung kalau itu Pengacara Cha?
Ibu: “Tidak. Jika aku memberitahunya, dia akan marah. Amarahnya sangat sulit untuk diredakan. Aku perlu rencana sendiri.”
Teman Ibu: “Lalu apa rencanamu?”
Ibu: “orang-orang bilang takdir seseorang itu dibuat oleh orang itu sendiri.”
Teman Ibu: “Pengacara Cha sepertinya dapat kau terima.”
Ibu: “Dia hebat. Dia anak kedua dari pemilih rumah sauna. Dan dia seorang pengacara. Dia terlihat seperti orang yang hebat. Bisepsnya juga bagus. Lebih dari itu, ini….
Ibu mengeluarkan kertas ramalan Hye-sung dan Kwan-woo.
“Laki-laki kayu, wanita api. Pasangan ini seperti mendapatkan kipas saat musim panas. Pasangan ini akan mencintai satu sama lain. Dan mempunyai kehidupan yang panjang.”
Jadi, ibu bilang dia harus mendapatkanya, bagaimana menurutmu?
Teman ibu tidak percaya jika ibu sudah sampai sejauh itu. Ibu bilang pada masa kini kecepatan adalah kunci.
(andai ibu tahu kalau Kwan-woo memang menyukai Hye-sung, histeris deh pasti…)
***
Hye-sung sedang mencari bahan makanan di kulkas, Soo-ha masuk rumah dan membanting payungnya. Hye-sung bertanya kenapa Soo-ha tidak mengangkat telponnya, padahal dia berjanji akan menjemputnya.
 
Hye-sung kaget melihat Soo-ha basah kuyup, dan bertanya apakah Soo-ha membawa payung.
 
Soo-ha yang patah hati tidak menjawab dan bergegas masuk ke kamar. Soo-ha bersandar di pintu dan berusaha menenangkan dirinya.
Dari luar Hye-sung berkata:
“Aku akan membuat pancake korea dan kau akan makan, kan? Aku membuatkan untukmu juga. Ganti bajumu, kalau tidak nanti kamu kedinginan. Pakai kaos mickey mouse yang ada di laci pertama. Itu besar, aku rasa akan cukup.”
 
Hye-sung memotong sayuran:
“Bisakah kau datang ke persidangan besok pukul 2? Ada kasus yang sangat rumit kali ini. Ini kasus tentang sodara kembar. Saat mereka merampok minimarket, salah satu dari mereka menusuk seseorang, tapi yang lain mencoba menghentikannya. Akan tetapi, sulit untuk mengatakan siapa penjahat sebenarnya. Mereka terlihat sama.
Hye-sung terus berbicara tanpa tahu, ada apa dengan Soo-ha dibalik pintu kamarnya.
 
Hye-sung mencoba mengambil garam di atas lemari, tapi sulit dijangkaunya.
“Jadi kau datanglah ke persidangan dan cari tahu siapa yang menusuk. Jika mereka tidak berada di pusat penahanan, kau mungkin dapat menemui mereka dan memastikannya. Tapi karena mereka berada di tahanan sekarang, kau harus datang ke persidangan sendiri. Kau dapat meluangkan waktumu kan?”
 
Soo-ha keluar kamar, mengambil tempat garam itu dan menaruhnya di atas lemari, yang makin sulit dijangkau. Ha.
Hye-sung: “Kenapa ini? Kau belum berganti baju?”
 
Soo-ha: “Aku juga menelponmu. Tapi kau tidak menjawabnya. Aku tidak makan. Dan besok, aku tidak punya waktu. Aku sibuk.” Soo-ha berbalik dan pergi ke kamar mandi. Masih kesal sepertinya.
 
Hye-sung heran mengapa Soo-ha bersikap seperti itu. Dia lalu mengambil hp di tasnya dan melihat ada 12 panggilan tak terjawab dari Soo-ha.
***
 
Pagi-pagi, Joo-guk mengepak barangnya di mobil pickup, kelihatannya dia akan pindah. Kemudian datang mobil polisi. Pakpol dan Pakpol Jaga menghampirinya.
Joon-guk bertanya ada masalah apa. Pakpol mengatakan adan beberapa hal yang ingin ia tanyakan berhubungan kejadian penyerangan waktu itu. Dan Pakpol bertanya Joon-guk hendak kemana.
Joon-guk: “aku rasa sebaiknya aku meninggalkan wilayah ini.”
Pakpol Jaga: “Apa maksudmu? Mengapa?”
Joon-guk: “Anda tahu anak itu, Park Soo-ha, yang memukulku, aku melakukan kesalahan yang sangat besar pada anak itu 10 tahun yang lalu.”
Pakpol: “Ya, aku telah mendengarnya.”
 
Joon-guk: “Berdasarkan itu, mungkin dia tidak menyukai aku tinggal didekatnya. Dia akan mengingat apa yang telah terjadi, ingin balas dendam, juga merasa kesulitan. Itulah mengapa aku berpikir jika aku pergi itu akan menjadi pilihan yang bagus.”
Pakpol Jaga: “Apakah kau sudah memutuskan akan pergi kemana?”
Joo-guk: “Syukurlah, ada seseorang yang membutuhkan bantuanku. Jauh dari sini, tapi aku ingin menjadi hidup dengan baik.”
(pengen nyolok matanya deh….pura-puranya lihai banget.)
Lalu Joon-guk bertanya apa yang tadi mau ditanyakan Pakpol? Pakpol Jaga menjawab bukan apa-apa. Kemudian Joon-guk pamit pergi, setelah sebelumnya meminta tolong Pakpol untuk menyampaikan permintaan maafnya untuk Soo-ha.
(Iiiihhh, menyeramkan… dia sedang berusaha membuat alibi.)
Pakpol Jaga: “Aigo…mereka membuat orang yang tidak bersalah pergi. Dia datang untuk menjalani kehidupan yang baik.”
Pakpol: “Itu benar. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan dengan kasus ponsel itu? tetap menyelidikinya?”
Pakpol Jaga: “Tidak ada barang yang hilang kan? Biarkan saja.”
(Oh, I think I dislike this pakpol..)
***
 
Hye-sung sedang memilih baju apa yang akan ia kenakan hari ini. Ternyata Hye-sung menempel poster-poster restoran ibunya yang selalu memasang fotonya dari kecil. Hye-sung menyadari ada yang hilang. Poster terbaru.
 
Hye-sung mencarinya ke kolong, mungkin saja terjatuh. Tapi tidak menemukannya.
 
Poster itu ada di jok mobil Min Joon-guk dan juga ada foto Hye-sung bersama Ibu. Oow..apakah Joon-guk akan pindah ke dekat rumah ibu?
***
Hye-sung berdiri di depan kamar Soo-ha. “Gum, apa kau tidak akan ke sekolah?”
Tidak ada jawaban.
Hye-sung terus berbicara. “Apa kamu marah? Baiklah, ini kesalahan kita berdua. Kau tidak menjawab telponku duluan. Itu salahmu. Aku mengakui kesalahanku tidak menjawab telponmu setelahnya. Cukup sampai disini.”
Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar.
“Bagaimanapun juga, berhentilah marah dan datang ke persidangan hari ini. Aku menang persidangan sebelumnya juga karenamu. Setelah kau berada disana, aku merasa lebih kuat mengetahui kata-kataku benar.” Hye-sung merengek. “Kumohon datanglah kali ini juga.”
Masih tidak ada jawaban.
“Apa kau mendengarkan? Aku harus melihat matamu untuk merasa aman. Aku membutuhkanmu- Ah, aku gila, gila. Aku berbicara terlalu jauh.” Hye-sung lau berteriak. “Hey! Aku mengambil kembali apa yang barusan aku katakan. Berpura-puralah tidak mendengarnya.” Hye-sung membuka pintu kamar, dan mendapatinya kosong. Hye-sung merasa lega.
***
Soo-ha sudah berdiri di depan pintu. Hye-sung keluar dan merasa kaget. “Apa yang kau lakukan disini?”
Soo-ha hanya mengatakan Hye-sung akan terlambat dan mengajak cepat pergi.
Hye-sung bertanya, “Apa kau mendengar apa yang aku katakan tadi?”
Soo-ha: “Apa yang kau katakan?”
Hye-sung: “Tidak ada, baiklah. Kau tidak bisa datang ke persidangan hari ini?”
Soo-ha: “Ya.”
Soo-ha melangkah pergi. Hye-sung mengikuti di belakangnya dan terus merajuk meminta Soo-ha untuk datang. Soo-ha tersenyum geli.
Di bawah, Pakpol sudah menunggu mereka.
Pakpol: “Aku berpikir kau akan khawatir. Min Joon-guk telah pergi.”
Hye-sung: “Benarkah?”
Pakpol: “Ya. Aku baru saja kesana dan melihatnya. Dia mengatakan kau akan merasa tidak aman dengannya yang tinggal dekat sini, jadi lebih baik untuknya untuk pergi.”
Soo-ha: “Apakah anda mengecek kemana dia pindah? Bagaimana dengan alamtnya?”
Pakpol Jaga: “Sudah cukup, hentikan sekarang. Untuk menghindari kalian berdua, dia mengatakan akan menjadi relawan secara sembunyi-sembunyi.”
Hye-sung mendesah kesal, jelas dia dan Soo-ha tahu bagaimana Joon-guk sebenarnya.
Pakpol: “Bagaimanapun, lupakanlah Min Joon-guk dan hiduplah dengan nyaman. Dia terlihat pergi ke suatu tempat dimana tidak ada yang mengenalnya. Aku merasa sangat kasihan.”
“Apa yang kau maksud dengan kasihan?” Soo-ha akan maju, kesal, tapi ditahan oleh Hye-sung.
Hye-sung ke Pakpol: “Baiklah terima kasih. Kami akan pergi sekarang.”
Baru beberapa melangkah, Pakpol berkata lagi.
“Kau tidak akan menghadapi Min Joon-guk lagi dalam hidupmu mulai sekarang.”
Hye-sung berhenti dan bertanya pada Soo-ha. “Kata-kata itu, bisakah aku percaya?”
Soo-ha menggeleng, “Ani..”
***
Yoo-chang bermain-main bersama anjing kecil milik Pil-seung, di memberinya nama Krystal. Kemudian Hye-sung masuk ke dalam kantor.
Hye-sung di telpon Ibu yang menanyakan lagi perihal kencan buta, terakhir kali Hye-sung kan janji akan meluangkan waktu. Tapi ternyata Hye-sung berubah lagi. Dia akan menikah dengan hukum saja. “Sambil bekerja seperti itu aku dapat bertemu seseorang.”
“Apakah mungkin kau sudah bertemu seseorang yang kau sukai?” tanya Ibu.
Hye-sung bilang bukan begitu, dia hanya merasa akan menemukannya saat nanti bekerja, lagipula dia tidak ingin kencan buta dengan anak pemilik sauna.
Ibu teriak marah, “Gadis ini! Ini karenamu aku mempunyai keberuntungan yang buruk.”
Hye-sung: “Keberuntungan buruk apa yang aku lakukan?”
Ibu: “Hatiku naik turun karenamu!”
Ibu menutup telponnya dan menepuk-nepuk dada menenangkan diri.
***
Di luar restoran ibu, Min Joon-guk menatap kertas pengumuman lowongan kerja dengan senyum sinisnya.
 
Joon-guk masuk ke dalam restoran. “Anyeonghaseyo. Aku datang karena mendapatkan pekerjaa. Aku menelponmu kemarin”
Ibu yang sedang me-lap meja berbalik menghadap Joon-guk. “Ah. Kau Gil Gi-dong, kan?”
Joon-guk: “Iya, benar. Anyeonghaseyo bos.” Joon-guk membungkuk 90 derajat.
Kemudia dia tersenyum yang kita tahu senyumnya palsu. Apa yang sebenarnya direncanakan olehnya?
***
Hye-sung berlari menuju lift yang pintunya akan segera tertutup. “Tunggu.”
Hye-sung mengulurkan tangannya ke dalam. Dia terjepit. Di dalam ada Do-yeon yang menekan tombol “tutup pintu” dengan terus menerus kemudian melepasnya, sehingga Hye-sung bisa masuk.
Hye-sung kaget ternyata yang di dalam lift adalah Do-yeon.
“Kau sengaja menutup pintunya saat melihatku datang kan?”
“Tidak. Aku tidak melihatmu.” Jawab Do-yeon.
Hye-sung: “Kau bisa menipu orang lain, bukan aku. Aku tidak percaya kau sudah punya bukti. Juga, aku akan mematahkan tuntutanmu, jadi bersiaplah.”
Do-yeon bertanya: “Apakah kau sudah mempelajari tentang joint principal offenders?”
Hye-sung: “Tentu saja. Pembunuhan di tempat pencucian mobil di Yeongchi tahun 2006, pemerkosaan dan menyembunyikan tubuhnya di Yeongwol tahun 2009, pencurian dan pembunuhan apoteker di Moksang tahun 2010.”
Do-yeon: “Kasus Moksang yang paling mirip dengan kasus ini. Salah satu dari merek melakukannya, tapi keduanya mengatakan mereka tidak melakukannya. Mereka mungkin akan dituntut 25 tahun.”
Hye-sung: “Itu karena Jaksanya seorang psycho.”
Do-yeon: “Benarkah? Apa kau sudah mengecek namanya?”
Hye-sung: “Nama Jaksnya?”
Do-yeon: “Jaksa Kim Gong-joo. Satu-satunya yang berwenang pada kasus ini.”    (yang sekarang sudah jadi Hakim, Hakim Kim.)
Hye-sung dan Kwan-woo mengecek di internet, ternyata memang Jaksa Kim Gong-joo. Mereka bingung apa yang harus dilakukan.
Lalu ada sekumpulan murid sekolah yang melakukan field trip sedang dipandu atau dijelaskan ruangan-ruangan yang ada disana.
Hye-sung dan Kwan-woo melihatnya dan tersenyum.
Hye-sung: “Apakah kau….memikirkan hal yang sama denganku>”
Kwan-woo mencubit pipi Hye-sung: “Zzi zzi pong!”
Hye-sung menahan tawa dan menepis tangan Kwan-woo.
***
Hakim Kim menuju ruang persidangan dengan dua hakim lainnya.
Hakim 1: “Melihat dokumennya, kasus ini sepertinya akan menjadi kasus yang sangat rumit. Karena mereka kembar, itu akan sangat sulit untuk memberitahu mereka…..”
Hakim Kim: “Untuk kasus ini, berpikirlah ‘apapun yang mereka katakan adalah benar’. Mari biarkan supaya cepat berlalu. Dengan begitu kau akan cepat mendapatkan makan.”  (mian, gak yakin sama dialog ini aku bener atau gak menterjemahkannya.)
Hakim Kim: “Jaksa menuntut mereka berdua untuk pembunuhan.”
Hakim 2: “Ya. Mereka saudara yang saling bertemu setiap hari. Mereka mungkin tahu salah satunya mempunyai pisau. Itu bisa dipertimbangkan untuk menuntun mereka berdua.”
Hakim Kim: “Selesaikan dengan cepat. Aku mendengar ada restoran baru di sekitar sini.”
Hakim memasuki ruangan, Hakim Kim terkejut disana ada murid sekolah. Hakim Kim langsung menjaga image-nya. Berjalan dengan gagah dan duduk dengan gaya yang terlalu berlebihan. Membuat dua hakim yang lain merasa aneh.
Terdengar bisik-bisik murid sekolah itu, “Itu hakim. Wah, keren sekali.”
Sebelum dimulai, ada salah satu murid yang terkaget-kaget, “Wow, mereka benar-benar terlihat sama.” Murid satu lagi menimpali. “Bahkan model rambutnya juga sama.”
Sidangpun dimulai. Jaksa Do-yeon membacakan tuntutannya.
“Terdakwa Jeong Pil-seung dan Jeong Pil-jae merampok uang pada waktu dan tempat yang sama. Dan membunuh korban Han Gee-soo dengan pisau yang telah disiapkan oleh Jeong Pil-seung. Tentu saja Jeong Pil-jae menghentikan adiknya pada waktu itu. tapi faktanya dia mengetahui bahwa adiknya membawa pisau sebelumnya, itu cukup membuktikan bahwa dia tahu adiknya akan membunuh seseorang”
Saat tuntutan jaksa di bacakan, Hye-sung melihat ada pacar Pil-seung di kursi hadirin.
Hakim menjelaskan (biasanya tidak, mungkinkah ini rencana Hye-sung dan Kwan-woo dengan mendatangkan murid sekolah ke ruang sidang? Agar Pak Hakim lebih berhati-hati karena menjaga image nya? Kan tadi waktu di belakang dia ingin menyelesaikan sidang secepatnya…)
Penjelasannya hampir sama dengan Jaksa, Hakim 1 protes tapi Hakim Kim bilang kita harus menjelaskan kembali. (jadi hakim ini ingin menarik perhatian murid sekolah itu.
Soo-ha masuk ke ruang persidangan. Membuat Hye-sung yang sedari tadi cemas melihat jam, tersenyum senang.
Hakim Kim: “Di mulai dari pengacara Jeong Pil-seong, silahkan memberikan pernyataannya.”
Hye-sung tersenyum ke arah Soo-ha, tapi Soo-ha buang muka, masih kesal kayaknya.

Hye-sung membacakan pernyataannya.
“Terdakwa Jeong Pil-seung menolak tuntutan. Jeong Pil-seung tidak pernah menusuk korban dengan pisau. Dan juga, dia tidak mengetahui bahwa kakaknya membawa pisau. Dia tidak membunuh.”
Hakim Kim: “Apakah anda tidak menerima tuntutannya?”
Hye-sung: “Ya. Jeong Pil-seung hanya mengikuti Jeong Pil-jae untuk mencuri una untuk uang kuliahnya. Dia tidak mengetahui kakaknya membawa pisau.”
 
Mata Pil-jae membesar, kaget dengan keterangan Pil-seung. Dan dia berteriak sambil berdiri. “Kau bajinga*n. Kau menusuknya dan aku menghentikanmu. Mengapa kau berbohong?”
Kwan-woo berusaha menenangkan Pil-jae dan memintanya duduk. Pil-seung hanya tertunduk diam.
Pil-jae: “Lihat kesini pak Hakim, itu bukan aku. Pria ini menuduhku. Aku benar-benar tidak tahu.” Pil-jae emosi.
 
Pil-seung akhirnya menanggapi kakaknya, “Hyung! Kumohon.”
Soo-ha berusaha mendengar apa yang ada di pikiran mereka berdua.
Hakim meminta semua untuk tenang.
Hye-sung menepuk pundak Pil-seung menenangkannya.
Hakim memberi peringatan: “Jika kau berbicara lagi tanpa ijin, kau akan dikeluarkan dari ruang persidangan.” Hakim meminta Hye-sung melanjutkan.
 
Hye-sung bertanya pada Soo-ha dengan pikirannya, “Apakah jaksa memiliki bukti yang tidak aku ketahui?”
Soo-ha melihat ke arah Do-yeon, kemudian menggeleng pada Hye-sung.
 
 
Hye-sung menatap tajam Do-yeon: “Saya mengerti mengapa Jaksa menuntun mereka berdua dengan pembunuhan. Ada orang yang meninggal dan kejadiannya terekan oleh CCTV. Tapi, sangat mustahil untuk menemukan siapa yang membunuh orang itu. seperti yang anda lihat, mereka kembar identik. Jaksa tidak bisa menentukan orang yan tepat dengan pembunuhan, juga Jaksa tidak bisa membiarkan mereka berdua bebas. Hidup yang berharga hilang di kasus ini.”
 
Do-yeon terlihat tidak suka.
 
Dilanjutkan Kwan-woo: “Itulah mengapa Jaksa menuntun mereka berdua dengan pembunuhan. Jaksa mengikat mereka berdua bersama dengan mengatakan merean mengetahui adanya pisau. Tetapi mereka berdua mengatakan mereka tidak sadar salah satu diantara mereka membawa pisau. Tentu saja salah satunya berbohong. Tapi itu juga berarti salah satu dari mereka mengatakan kebenarannya. Itu juga berarti….
Do-yeon terlihat cemas.
 
Dilanjutkan Hye-sung: “…salah satu yang mengatakan kebenaran akan masuk penjara disaat dia tidak melakukan penusukan pada seseorang. Mencegah itu terjadi adalah tujuan kami. Tentu saja ini akan menjadi sangat lama dan pergelutan yang sulit. Sampai Jaksa kita yang bijaksana menyerah dalam pergelutan ini.”
Soo-ha juga terlihat cemas. Dia melihat Do-yeon, dan tampak terkejut dengan apa yang didengar.
Kwan-woo: “Tapi, Yang Mulia, kami tidak bisa menyerah dari pergulatan ini. Faktanya kami percaya bahwa anda juga berpikir seperti itu. karena waktu yang dihabiskan untuk menemukan keadilan bukanlah waktu yang sia-sia.”
Hakim: “Saya pikir ini sulit untuk menyatakan mereka berdua bersalah.”
 
Jaksa Do-yeon keberatan, “Hakim.”
Soo-ha terkejut kembali melihat Do-yeon. Sepertinya dia mendengar sesuatu yang penting.
 
Hakim tidak menanggapi Do-yeon: “Jika dia mengetahui yang lainnya membawa pisau, dia tidak akan menghentikan yang lain dari menusuk seseorang. Lalu penikam seharusnya di tuntut untuk perampokan dan pembunuhan. Yang satu lagi seharusnya dituntut pencurian tanpa senjata. Jaksa, mohon untuk memutuskan terdakwa dengan tuntutan terpisah di persidangan berikutnya. Kami akan mempertimbangkan bukti yang ada.”
Kwan-woo dan Hye-sung tersenyum tanda kemenangan, sementara Do-yeon dengan lemas kembali duduk. Pandangan Soo-ha juga tidak terlepas dari Do-yeon.
Hakim kemudian menjelaskan ulang untuk siswa sekolah itu.
 
Hye-sung dan Kwan-woo melakukan tos dibelakang kursi, mereka senang karena bisa menang melawan Do-yeon.
 
Soo-ha memperhatikan kembali si kembar Pil-seung dan Pil-jae.
Pacar Pil-seung pun terlihat bersedih.
***
Hye-sung memanggil Kwan-woo diluar persidangan. “Kapan kau punya waktu untuk kita mempersiapkan bersama?” tanya Hye-sung penuh senyuman.
 
“Mengapa kita harus bertemu?”
“Kasus si kembar. Kita menang dalam persidangan pertama. Apa rencana kita selanjutnya?” tanya Hye-sung lagi.
Dengan tersenyum Kwan-woo menjawab, “Kita harus mempersiapkannya secara terpisah. Aku tidak lagi bertarung dengan Jaksa, tapi kau. Bukti yang memberatkan terdakwaku akan membuat keuntungan untuk terdakwamu. Kita tidak bisa membagi bukti.”
 
Hye-sung kecewa, “Baiklah kalau begitu.”
Kwan-woo pamit pergi karena ada persidangan lain.
Hye-sung berjalan sambil kesal, lalu dia membuat alat pembuka kertas pemberian Kwan-woo dan membuangnya ke lantai dengan kesal. Tapi kemudian dia berubah pikiran dan memungutnya kembali.
 
Saat memungut alat itu, Do-yeon menghampirinya.
“Apa kau tahu apa yang kau lakukan hari ini?”
“Aku tahu.” Jawab Hye-sung.
 
“Ada banyak polisi yang menyelidiki kasus ini. Tidak ada bukti siapa yang menusuk dan siapa yang tidak.”
“Aku tahu.” Jawab Hye-sung.
“Kau tahu? Mereka mungkin akan dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan.”
Hye-sung: “Jika aku tidak melakukan apapun, mereka mungkin akan masuk perjara karena bersalah.”
Soo-ha melihat mereka berbicara.
 
Do-yeon: “Apakah itu bisa dijadikan pertimbangan untuk membiarkan pembunuh pergi?” tanya Do-yeon tak percaya.
“Aku pikir itu memberikan banyak pertimbangan daripada menempatkan orang tidak bersalah di penjara. Bahkan jika kau melepaskan 10 orang bersalah, jangan membuat kesalahan pada 1 orang yang tidak bersalah. Tidakkah kau cukup mendengar ini di Yeonjo?” tanya Hye-sung.
Do-yeon menahan tangisnya karena kesal.
 
Hye-sung: “Apakah kau tahu siapa yang akan pergi meninggalkan bidang ini? Pengacara yang selalu kalah dari kasusnya? Jaksa yang selalu salah membuat keputusan? Atau, Jaksa yang selalu menuntut orang yang salah?”
Do-yeon: “Diam!”
Hye-sung melanjutkan: “Bukan mereka. Orang sepertimu yang tidak mengakui bahkan disaat mereka tahu bahwa mereka salah, adalah masalah terbesar. Kau masih ingat apa yang ku katakan? Jika kau kalah atasku, minta maaflah pada ibuku. Aku pikir tidak banyak hari tersisa sampai janji kita.”
Hye-sung menatap tajam Do-yeon, “Kau terlihat keren Jang Hye-sung. Sangat kharismatik.”
 
Hye-sung berbalik dan melihat Soo-ha disana, “Hey Gum! Tadi aku mencarimu. Dimana kau? Ayo pergi. Aku akan membelikanmu sesuatu yang enak untuk dimakan.”
 
Do-yeon melihat mereka dengan pandangan kecewa. (kecewa kah?)
***
Pil-seung dan Pil-jae digiring masuk ke bus tahanan. Mereka duduk bersebrangan.
***
Hye-sung berjalan bersama Soo-ha.
Hye-sung: “Aku benar-benar tidak yakin saat di pengadilan. Aku khawatir Do-yeon memiliki bukti yang aku tidak tahu. Tapi saat kau mengatakan, tidak, aku langsung merasa santai. Aku merasa sangat hebat menjadi seorang pengacara.”
Mereka berhenti di pinggir jalan karena masih lampu merah untuk penyebrang jalan.
 
Hye-sung: “Kau menanyakan apa yang terjadi dengan kejadian kembang api waktu itu?”
 
“Ya.” Jawab Soo-ha dengan malas.
“Seseorang menembakkan kembang api ke mata Do-yeon. Matanya terluka parah. Do-yeon bilang bahwa aku yang menembakkan kembang api ke matanya dan aku berkata bukan. Orang-orang percaya pada Do-yeon, dan aku harus keluar dari sekolah. Lalu kami bertemu kembali setelah 10 tahun sebagai jaksa dan pengacara. Setelah jadi pengacara sebenarnya aku sendiri heran mengapa aku jadi pengacara. Tapi aku menyadarinya setelah melihat wajah Do-yeon.”
Sudah lampu hijau. Hye-sung melangkah maju menyebrang jalan, Soo-ha mengikutinya. Ada yang aneh dengan raut muka Soo-ha.
Hye-sung: “Aku menjadi pengacara untuk peristiwa itu. setelah melihat ekspresinya.”
Soo-ha: “Apa kau sangat menyukainya?”   (ekspresi wajah Do-yeon)
Hye-sung: “Ya.”
Soo-ha: “Kenapa?”
Hye-sung: “Karena aku benar dan dia salah.”
Soo-ha: “Bagaimana jika kau yang salah dan dia benar?”
Hye-sung berhenti berjalan, senyumnya menghilang, “Apa yang kau katakan?”
Soo-ha: “Kau salah dan dia benar.”
Hye-sung: “Apa?”  dia terkejut.
***
 
Mobil tahanan memasuki terowongan. Kita melihat dua bersaudara Jeong saling melempar senyuman.
***
Hye-sung masih belum mencerna perkataan Soo-ha, “Apa maksudmu? Aku salah dan Do-yeon benar?”
Mereka masih di tengah jalan, dan lampu merah untuk pejalan kaki menyala. Mobil-mobil kembali melaju.
 
Soo-ha: “Si kembar merencanakan perampokan dan membunuh seseorang. Mereka berdua adalah pembunuh.”
 
Hye-sung linglung, tampak syok, hampir saja dia terjatuh dan tertabrak mobil. Untung Soo-ha dengan cepat memeganginya.
Hye-sung: “Mereka berdua pembunuh? Kau sedang berbohong padaku, kan?” Hye-sung mencengkram dasi baju Soo-ha. “Katakan kau berbohong!”
 
Soo-ha diam saja.
Note:
Sebenarnya aku gak pinter komen, hehe..
Kali ini Hye-sung sepertinya harus berbesar hati mengakui kesalahannya.
dan oow.. ini posting percobaanku dengan gambar terpisah... lama sekali upload dan beres-beresnya... satu setengah jam... hehehe..
mungkin gambarnya terlalu banyak.. nanti aku coba review lagi... mungkin gambarnya dikurangi atau kembali ke gambar yang digabung... :)
Spoiler untuk episode 6:
Hye-sung dan Do-yeon bekerja sama untuk kasus si kembar.
Hye-sung dan Kwan-woo sepertinya akan berkencan. Lihatlah penampilan Kwan-woo yang terlihat keren. Awww…

No comments:

Post a Comment

 

Sample text


Sample Text

Tasya azira