Kwan-woo pulang
dengan riang. Menuruni tangga sambil melompat-lompat. Dia kemudian mengingat
sesuatu dan menelpon seseorang.
“Anyeonghaseyo
eomonim. Saya ingin mengatakan sesuatu. Kencan butan yang anda bicarakan waktu
itu. sepertinya saya tidak bisa pergi. Ada seseorang yang saya perhatikan.
Maapkan saya, anda begitu perhatian.”
Dan ternyata yang ditelpon
Kwan-woo adalah ibu.
“Tidak apa-apa. Aku
hanya merasa ini seperti sia-sia. Dia adalah teman putriku, jadi aku
mengenalnya dengan baik. Dia cantik dan juga seorang pengacara. Dia anak
satu-satunya dan tumbuh dengan banyak kasih sayang. Kalian berdua benar-benar
serasi. Aigo, maafkan aku. Malangnya. Hubungi aku jika kau mengubah
keputusanmu. Aku tidak mau menyerah terhadapmu. Baiklah, hati-hati di jalan.”
Ibu mendesah.
Temannya yang
membantu ibu mengupas sesuatu dan tadi mendengarkan, bertanya siapa teman anak
ibu? Dia cantik, anak satu-satunya dan seorang pengacara. Siapa itu?
Ibu: “Ah, itu Jang
Hye-sung.”
Teman ibu kesal,
bukankah tadi ibu bilang temannya.
Ibu: “Jika aku
mengatakan bahwa itu putriku dari awal, dia akan merasa tertekan dan menolaknya.
Jadi, aku menggunakan sedikit taktik.
Teman ibu bertanya lagi apakah ibu memberitahu Hye-sung
kalau itu Pengacara Cha?
Ibu: “Tidak. Jika
aku memberitahunya, dia akan marah. Amarahnya sangat sulit untuk diredakan. Aku
perlu rencana sendiri.”
Teman Ibu: “Lalu apa
rencanamu?”
Ibu: “orang-orang
bilang takdir seseorang itu dibuat oleh orang itu sendiri.”
Teman Ibu:
“Pengacara Cha sepertinya dapat kau terima.”
Ibu: “Dia hebat. Dia
anak kedua dari pemilih rumah sauna. Dan dia seorang pengacara. Dia terlihat
seperti orang yang hebat. Bisepsnya juga bagus. Lebih dari itu, ini….
Ibu mengeluarkan
kertas ramalan Hye-sung dan Kwan-woo.
“Laki-laki kayu,
wanita api. Pasangan ini seperti mendapatkan kipas saat musim panas. Pasangan
ini akan mencintai satu sama lain. Dan mempunyai kehidupan yang panjang.”
Jadi, ibu bilang dia
harus mendapatkanya, bagaimana menurutmu?
Teman ibu tidak
percaya jika ibu sudah sampai sejauh itu. Ibu bilang pada masa kini kecepatan
adalah kunci.
(andai ibu tahu
kalau Kwan-woo memang menyukai Hye-sung, histeris deh pasti…)
***
Hye-sung sedang
mencari bahan makanan di kulkas, Soo-ha masuk rumah dan membanting payungnya.
Hye-sung bertanya kenapa Soo-ha tidak mengangkat telponnya, padahal dia
berjanji akan menjemputnya.
Hye-sung kaget melihat
Soo-ha basah kuyup, dan bertanya apakah Soo-ha membawa payung.
Soo-ha yang patah
hati tidak menjawab dan bergegas masuk ke kamar. Soo-ha bersandar di pintu dan
berusaha menenangkan dirinya.
Dari luar Hye-sung
berkata:
“Aku akan membuat
pancake korea dan kau akan makan, kan? Aku membuatkan untukmu juga. Ganti
bajumu, kalau tidak nanti kamu kedinginan. Pakai kaos mickey mouse yang ada di
laci pertama. Itu besar, aku rasa akan cukup.”
Hye-sung memotong
sayuran:
“Bisakah kau datang
ke persidangan besok pukul 2? Ada kasus yang sangat rumit kali ini. Ini kasus
tentang sodara kembar. Saat mereka merampok minimarket, salah satu dari mereka
menusuk seseorang, tapi yang lain mencoba menghentikannya. Akan tetapi, sulit
untuk mengatakan siapa penjahat sebenarnya. Mereka terlihat sama.
Hye-sung terus
berbicara tanpa tahu, ada apa dengan Soo-ha dibalik pintu kamarnya.
Hye-sung mencoba
mengambil garam di atas lemari, tapi sulit dijangkaunya.
“Jadi kau datanglah
ke persidangan dan cari tahu siapa yang menusuk. Jika mereka tidak berada di
pusat penahanan, kau mungkin dapat menemui mereka dan memastikannya. Tapi
karena mereka berada di tahanan sekarang, kau harus datang ke persidangan
sendiri. Kau dapat meluangkan waktumu kan?”
Soo-ha keluar kamar,
mengambil tempat garam itu dan menaruhnya di atas lemari, yang makin sulit
dijangkau. Ha.
Hye-sung: “Kenapa
ini? Kau belum berganti baju?”
Soo-ha: “Aku juga
menelponmu. Tapi kau tidak menjawabnya. Aku tidak makan. Dan besok, aku tidak
punya waktu. Aku sibuk.” Soo-ha berbalik dan pergi ke kamar mandi. Masih kesal
sepertinya.
Hye-sung heran
mengapa Soo-ha bersikap seperti itu. Dia lalu mengambil hp di tasnya dan
melihat ada 12 panggilan tak terjawab dari Soo-ha.
***
Pagi-pagi, Joo-guk
mengepak barangnya di mobil pickup, kelihatannya dia akan pindah. Kemudian
datang mobil polisi. Pakpol dan Pakpol Jaga menghampirinya.
Joon-guk bertanya
ada masalah apa. Pakpol mengatakan adan beberapa hal yang ingin ia tanyakan
berhubungan kejadian penyerangan waktu itu. Dan Pakpol bertanya Joon-guk hendak
kemana.
Joon-guk: “aku rasa
sebaiknya aku meninggalkan wilayah ini.”
Pakpol Jaga: “Apa
maksudmu? Mengapa?”
Joon-guk: “Anda tahu
anak itu, Park Soo-ha, yang memukulku, aku melakukan kesalahan yang sangat
besar pada anak itu 10 tahun yang lalu.”
Pakpol: “Ya, aku
telah mendengarnya.”
Joon-guk:
“Berdasarkan itu, mungkin dia tidak menyukai aku tinggal didekatnya. Dia akan
mengingat apa yang telah terjadi, ingin balas dendam, juga merasa kesulitan.
Itulah mengapa aku berpikir jika aku pergi itu akan menjadi pilihan yang
bagus.”
Pakpol Jaga: “Apakah
kau sudah memutuskan akan pergi kemana?”
Joo-guk: “Syukurlah,
ada seseorang yang membutuhkan bantuanku. Jauh dari sini, tapi aku ingin
menjadi hidup dengan baik.”
(pengen nyolok
matanya deh….pura-puranya lihai banget.)
Lalu Joon-guk
bertanya apa yang tadi mau ditanyakan Pakpol? Pakpol Jaga menjawab bukan
apa-apa. Kemudian Joon-guk pamit pergi, setelah sebelumnya meminta tolong
Pakpol untuk menyampaikan permintaan maafnya untuk Soo-ha.
(Iiiihhh, menyeramkan…
dia sedang berusaha membuat alibi.)
Pakpol Jaga:
“Aigo…mereka membuat orang yang tidak bersalah pergi. Dia datang untuk
menjalani kehidupan yang baik.”
Pakpol: “Itu benar.
Lalu apa yang seharusnya kita lakukan dengan kasus ponsel itu? tetap menyelidikinya?”
Pakpol Jaga: “Tidak
ada barang yang hilang kan? Biarkan saja.”
(Oh, I think I
dislike this pakpol..)
***
Hye-sung sedang
memilih baju apa yang akan ia kenakan hari ini. Ternyata Hye-sung menempel poster-poster
restoran ibunya yang selalu memasang fotonya dari kecil. Hye-sung menyadari ada
yang hilang. Poster terbaru.
Hye-sung mencarinya
ke kolong, mungkin saja terjatuh. Tapi tidak menemukannya.
Poster itu ada di
jok mobil Min Joon-guk dan juga ada foto Hye-sung bersama Ibu. Oow..apakah Joon-guk
akan pindah ke dekat rumah ibu?
***
Hye-sung berdiri di
depan kamar Soo-ha. “Gum, apa kau tidak akan ke sekolah?”
Tidak ada jawaban.
Hye-sung terus
berbicara. “Apa kamu marah? Baiklah, ini kesalahan kita berdua. Kau tidak
menjawab telponku duluan. Itu salahmu. Aku mengakui kesalahanku tidak menjawab
telponmu setelahnya. Cukup sampai disini.”
Masih tidak ada
jawaban dari dalam kamar.
“Bagaimanapun juga,
berhentilah marah dan datang ke persidangan hari ini. Aku menang persidangan
sebelumnya juga karenamu. Setelah kau berada disana, aku merasa lebih kuat
mengetahui kata-kataku benar.” Hye-sung merengek. “Kumohon datanglah kali ini
juga.”
Masih tidak ada
jawaban.
“Apa kau
mendengarkan? Aku harus melihat matamu untuk merasa aman. Aku membutuhkanmu-
Ah, aku gila, gila. Aku berbicara terlalu jauh.” Hye-sung lau berteriak. “Hey!
Aku mengambil kembali apa yang barusan aku katakan. Berpura-puralah tidak
mendengarnya.” Hye-sung membuka pintu kamar, dan mendapatinya kosong. Hye-sung
merasa lega.
***
Soo-ha sudah berdiri
di depan pintu. Hye-sung keluar dan merasa kaget. “Apa yang kau lakukan
disini?”
Soo-ha hanya
mengatakan Hye-sung akan terlambat dan mengajak cepat pergi.
Hye-sung bertanya,
“Apa kau mendengar apa yang aku katakan tadi?”
Soo-ha: “Apa yang
kau katakan?”
Hye-sung: “Tidak
ada, baiklah. Kau tidak bisa datang ke persidangan hari ini?”
Soo-ha: “Ya.”
Soo-ha melangkah
pergi. Hye-sung mengikuti di belakangnya dan terus merajuk meminta Soo-ha untuk
datang. Soo-ha tersenyum geli.
Di bawah, Pakpol
sudah menunggu mereka.
Pakpol: “Aku
berpikir kau akan khawatir. Min Joon-guk telah pergi.”
Hye-sung:
“Benarkah?”
Pakpol: “Ya. Aku
baru saja kesana dan melihatnya. Dia mengatakan kau akan merasa tidak aman
dengannya yang tinggal dekat sini, jadi lebih baik untuknya untuk pergi.”
Soo-ha: “Apakah anda
mengecek kemana dia pindah? Bagaimana dengan alamtnya?”
Pakpol Jaga: “Sudah
cukup, hentikan sekarang. Untuk menghindari kalian berdua, dia mengatakan akan
menjadi relawan secara sembunyi-sembunyi.”
Hye-sung mendesah
kesal, jelas dia dan Soo-ha tahu bagaimana Joon-guk sebenarnya.
Pakpol:
“Bagaimanapun, lupakanlah Min Joon-guk dan hiduplah dengan nyaman. Dia terlihat
pergi ke suatu tempat dimana tidak ada yang mengenalnya. Aku merasa sangat
kasihan.”
“Apa yang kau maksud
dengan kasihan?” Soo-ha akan maju, kesal, tapi ditahan oleh Hye-sung.
Hye-sung ke Pakpol:
“Baiklah terima kasih. Kami akan pergi sekarang.”
Baru beberapa
melangkah, Pakpol berkata lagi.
“Kau tidak akan
menghadapi Min Joon-guk lagi dalam hidupmu mulai sekarang.”
Hye-sung berhenti
dan bertanya pada Soo-ha. “Kata-kata itu, bisakah aku percaya?”
Soo-ha menggeleng,
“Ani..”
***
Yoo-chang
bermain-main bersama anjing kecil milik Pil-seung, di memberinya nama Krystal.
Kemudian Hye-sung masuk ke dalam kantor.
Hye-sung di telpon
Ibu yang menanyakan lagi perihal kencan buta, terakhir kali Hye-sung kan janji
akan meluangkan waktu. Tapi ternyata Hye-sung berubah lagi. Dia akan menikah
dengan hukum saja. “Sambil bekerja seperti itu aku dapat bertemu seseorang.”
“Apakah mungkin kau
sudah bertemu seseorang yang kau sukai?” tanya Ibu.
Hye-sung bilang
bukan begitu, dia hanya merasa akan menemukannya saat nanti bekerja, lagipula
dia tidak ingin kencan buta dengan anak pemilik sauna.
Ibu teriak marah,
“Gadis ini! Ini karenamu aku mempunyai keberuntungan yang buruk.”
Hye-sung: “Keberuntungan
buruk apa yang aku lakukan?”
Ibu: “Hatiku naik
turun karenamu!”
Ibu menutup
telponnya dan menepuk-nepuk dada menenangkan diri.
***
Di luar restoran
ibu, Min Joon-guk menatap kertas pengumuman lowongan kerja dengan senyum
sinisnya.
Joon-guk masuk ke
dalam restoran. “Anyeonghaseyo. Aku datang karena mendapatkan pekerjaa. Aku
menelponmu kemarin”
Ibu yang sedang
me-lap meja berbalik menghadap Joon-guk. “Ah. Kau Gil Gi-dong, kan?”
Joon-guk: “Iya,
benar. Anyeonghaseyo bos.” Joon-guk membungkuk 90 derajat.
Kemudia dia
tersenyum yang kita tahu senyumnya palsu. Apa yang sebenarnya direncanakan
olehnya?
***
Hye-sung berlari
menuju lift yang pintunya akan segera tertutup. “Tunggu.”
Hye-sung mengulurkan
tangannya ke dalam. Dia terjepit. Di dalam ada Do-yeon yang menekan tombol
“tutup pintu” dengan terus menerus kemudian melepasnya, sehingga Hye-sung bisa
masuk.
Hye-sung kaget
ternyata yang di dalam lift adalah Do-yeon.
“Kau sengaja menutup
pintunya saat melihatku datang kan?”
“Tidak. Aku tidak
melihatmu.” Jawab Do-yeon.
Hye-sung: “Kau bisa
menipu orang lain, bukan aku. Aku tidak percaya kau sudah punya bukti. Juga,
aku akan mematahkan tuntutanmu, jadi bersiaplah.”
Do-yeon bertanya:
“Apakah kau sudah mempelajari tentang joint principal offenders?”
Hye-sung: “Tentu
saja. Pembunuhan di tempat pencucian mobil di Yeongchi tahun 2006, pemerkosaan
dan menyembunyikan tubuhnya di Yeongwol tahun 2009, pencurian dan pembunuhan
apoteker di Moksang tahun 2010.”
Do-yeon: “Kasus
Moksang yang paling mirip dengan kasus ini. Salah satu dari merek melakukannya,
tapi keduanya mengatakan mereka tidak melakukannya. Mereka mungkin akan
dituntut 25 tahun.”
Hye-sung: “Itu
karena Jaksanya seorang psycho.”
Do-yeon: “Benarkah?
Apa kau sudah mengecek namanya?”
Hye-sung: “Nama
Jaksnya?”
Do-yeon: “Jaksa Kim
Gong-joo. Satu-satunya yang berwenang pada kasus ini.” (yang sekarang sudah jadi Hakim, Hakim
Kim.)
Hye-sung dan
Kwan-woo mengecek di internet, ternyata memang Jaksa Kim Gong-joo. Mereka
bingung apa yang harus dilakukan.
Lalu ada sekumpulan
murid sekolah yang melakukan field trip sedang dipandu atau dijelaskan
ruangan-ruangan yang ada disana.
Hye-sung dan
Kwan-woo melihatnya dan tersenyum.
Hye-sung: “Apakah
kau….memikirkan hal yang sama denganku>”
Kwan-woo mencubit
pipi Hye-sung: “Zzi zzi pong!”
Hye-sung menahan
tawa dan menepis tangan Kwan-woo.
***
Hakim Kim menuju
ruang persidangan dengan dua hakim lainnya.
Hakim 1: “Melihat
dokumennya, kasus ini sepertinya akan menjadi kasus yang sangat rumit. Karena
mereka kembar, itu akan sangat sulit untuk memberitahu mereka…..”
Hakim Kim: “Untuk
kasus ini, berpikirlah ‘apapun yang mereka katakan adalah benar’. Mari biarkan
supaya cepat berlalu. Dengan begitu kau akan cepat mendapatkan makan.” (mian, gak yakin sama dialog ini aku bener
atau gak menterjemahkannya.)
Hakim Kim: “Jaksa
menuntut mereka berdua untuk pembunuhan.”
Hakim 2: “Ya. Mereka
saudara yang saling bertemu setiap hari. Mereka mungkin tahu salah satunya
mempunyai pisau. Itu bisa dipertimbangkan untuk menuntun mereka berdua.”
Hakim Kim:
“Selesaikan dengan cepat. Aku mendengar ada restoran baru di sekitar sini.”
Hakim memasuki
ruangan, Hakim Kim terkejut disana ada murid sekolah. Hakim Kim langsung
menjaga image-nya. Berjalan dengan gagah dan duduk dengan gaya yang terlalu
berlebihan. Membuat dua hakim yang lain merasa aneh.
Terdengar
bisik-bisik murid sekolah itu, “Itu hakim. Wah, keren sekali.”
Sebelum dimulai, ada
salah satu murid yang terkaget-kaget, “Wow, mereka benar-benar terlihat sama.”
Murid satu lagi menimpali. “Bahkan model rambutnya juga sama.”
Sidangpun dimulai.
Jaksa Do-yeon membacakan tuntutannya.
“Terdakwa Jeong
Pil-seung dan Jeong Pil-jae merampok uang pada waktu dan tempat yang sama. Dan
membunuh korban Han Gee-soo dengan pisau yang telah disiapkan oleh Jeong
Pil-seung. Tentu saja Jeong Pil-jae menghentikan adiknya pada waktu itu. tapi
faktanya dia mengetahui bahwa adiknya membawa pisau sebelumnya, itu cukup
membuktikan bahwa dia tahu adiknya akan membunuh seseorang”
Saat tuntutan jaksa
di bacakan, Hye-sung melihat ada pacar Pil-seung di kursi hadirin.
Hakim menjelaskan
(biasanya tidak, mungkinkah ini rencana Hye-sung dan Kwan-woo dengan
mendatangkan murid sekolah ke ruang sidang? Agar Pak Hakim lebih berhati-hati
karena menjaga image nya? Kan tadi waktu di belakang dia ingin menyelesaikan
sidang secepatnya…)
Penjelasannya hampir
sama dengan Jaksa, Hakim 1 protes tapi Hakim Kim bilang kita harus menjelaskan
kembali. (jadi hakim ini ingin menarik perhatian murid sekolah itu.
Soo-ha masuk ke
ruang persidangan. Membuat Hye-sung yang sedari tadi cemas melihat jam,
tersenyum senang.
Hakim Kim: “Di mulai
dari pengacara Jeong Pil-seong, silahkan memberikan pernyataannya.”
Hye-sung tersenyum
ke arah Soo-ha, tapi Soo-ha buang muka, masih kesal kayaknya.
Hye-sung membacakan
pernyataannya.
“Terdakwa Jeong
Pil-seung menolak tuntutan. Jeong Pil-seung tidak pernah menusuk korban dengan
pisau. Dan juga, dia tidak mengetahui bahwa kakaknya membawa pisau. Dia tidak
membunuh.”
Hakim Kim: “Apakah
anda tidak menerima tuntutannya?”
Hye-sung: “Ya. Jeong
Pil-seung hanya mengikuti Jeong Pil-jae untuk mencuri una untuk uang kuliahnya.
Dia tidak mengetahui kakaknya membawa pisau.”
Mata Pil-jae membesar,
kaget dengan keterangan Pil-seung. Dan dia berteriak sambil berdiri. “Kau
bajinga*n. Kau menusuknya dan aku menghentikanmu. Mengapa kau berbohong?”
Kwan-woo berusaha
menenangkan Pil-jae dan memintanya duduk. Pil-seung hanya tertunduk diam.
Pil-jae: “Lihat kesini pak Hakim, itu bukan aku. Pria ini
menuduhku. Aku benar-benar tidak tahu.” Pil-jae emosi.
Pil-seung akhirnya
menanggapi kakaknya, “Hyung! Kumohon.”
Soo-ha berusaha
mendengar apa yang ada di pikiran mereka berdua.
Hakim meminta semua
untuk tenang.
Hye-sung menepuk
pundak Pil-seung menenangkannya.
Hakim memberi
peringatan: “Jika kau berbicara lagi tanpa ijin, kau akan dikeluarkan dari
ruang persidangan.” Hakim meminta Hye-sung melanjutkan.
Hye-sung bertanya
pada Soo-ha dengan pikirannya, “Apakah
jaksa memiliki bukti yang tidak aku ketahui?”
Soo-ha melihat ke
arah Do-yeon, kemudian menggeleng pada Hye-sung.
Hye-sung menatap
tajam Do-yeon: “Saya mengerti mengapa Jaksa menuntun mereka berdua dengan
pembunuhan. Ada orang yang meninggal dan kejadiannya terekan oleh CCTV. Tapi,
sangat mustahil untuk menemukan siapa yang membunuh orang itu. seperti yang
anda lihat, mereka kembar identik. Jaksa tidak bisa menentukan orang yan tepat
dengan pembunuhan, juga Jaksa tidak bisa membiarkan mereka berdua bebas. Hidup
yang berharga hilang di kasus ini.”
Do-yeon terlihat
tidak suka.
Dilanjutkan
Kwan-woo: “Itulah mengapa Jaksa menuntun mereka berdua dengan pembunuhan. Jaksa
mengikat mereka berdua bersama dengan mengatakan merean mengetahui adanya
pisau. Tetapi mereka berdua mengatakan mereka tidak sadar salah satu diantara
mereka membawa pisau. Tentu saja salah satunya berbohong. Tapi itu juga berarti
salah satu dari mereka mengatakan kebenarannya. Itu juga berarti….
Do-yeon terlihat
cemas.
Dilanjutkan Hye-sung:
“…salah satu yang mengatakan kebenaran akan masuk penjara disaat dia tidak
melakukan penusukan pada seseorang. Mencegah itu terjadi adalah tujuan kami.
Tentu saja ini akan menjadi sangat lama dan pergelutan yang sulit. Sampai Jaksa
kita yang bijaksana menyerah
dalam pergelutan ini.”
Soo-ha juga terlihat
cemas. Dia melihat Do-yeon, dan tampak terkejut dengan apa yang didengar.
Kwan-woo: “Tapi,
Yang Mulia, kami tidak bisa menyerah dari pergulatan ini. Faktanya kami percaya
bahwa anda juga berpikir seperti itu. karena waktu yang dihabiskan untuk
menemukan keadilan bukanlah waktu yang sia-sia.”
Hakim: “Saya pikir
ini sulit untuk menyatakan mereka berdua bersalah.”
Jaksa Do-yeon
keberatan, “Hakim.”
Soo-ha terkejut
kembali melihat Do-yeon. Sepertinya dia mendengar sesuatu yang penting.
Hakim tidak
menanggapi Do-yeon: “Jika dia mengetahui yang lainnya membawa pisau, dia tidak
akan menghentikan yang lain dari menusuk seseorang. Lalu penikam seharusnya di
tuntut untuk perampokan dan pembunuhan. Yang satu lagi seharusnya dituntut
pencurian tanpa senjata. Jaksa, mohon untuk memutuskan terdakwa dengan tuntutan
terpisah di persidangan berikutnya. Kami akan mempertimbangkan bukti yang ada.”
Kwan-woo dan
Hye-sung tersenyum tanda kemenangan, sementara Do-yeon dengan lemas kembali
duduk. Pandangan Soo-ha juga tidak terlepas dari Do-yeon.
Hakim kemudian
menjelaskan ulang untuk siswa sekolah itu.
Hye-sung dan
Kwan-woo melakukan tos dibelakang kursi, mereka senang karena bisa menang
melawan Do-yeon.
Soo-ha memperhatikan
kembali si kembar Pil-seung dan Pil-jae.
Pacar Pil-seung pun
terlihat bersedih.
***
Hye-sung memanggil
Kwan-woo diluar persidangan. “Kapan kau punya waktu untuk kita mempersiapkan
bersama?” tanya Hye-sung penuh senyuman.
“Mengapa kita harus
bertemu?”
“Kasus si kembar.
Kita menang dalam persidangan pertama. Apa rencana kita selanjutnya?” tanya
Hye-sung lagi.
Dengan tersenyum
Kwan-woo menjawab, “Kita harus mempersiapkannya secara terpisah. Aku tidak lagi
bertarung dengan Jaksa, tapi kau. Bukti yang memberatkan terdakwaku akan
membuat keuntungan untuk terdakwamu. Kita tidak bisa membagi bukti.”
Hye-sung kecewa,
“Baiklah kalau begitu.”
Kwan-woo pamit pergi
karena ada persidangan lain.
Hye-sung berjalan
sambil kesal, lalu dia membuat alat pembuka kertas pemberian Kwan-woo dan
membuangnya ke lantai dengan kesal. Tapi kemudian dia berubah pikiran dan
memungutnya kembali.
Saat memungut alat
itu, Do-yeon menghampirinya.
“Apa kau tahu apa
yang kau lakukan hari ini?”
“Aku tahu.” Jawab
Hye-sung.
“Ada banyak polisi
yang menyelidiki kasus ini. Tidak ada bukti siapa yang menusuk dan siapa yang
tidak.”
“Aku tahu.” Jawab
Hye-sung.
“Kau tahu? Mereka
mungkin akan dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan.”
Hye-sung: “Jika aku
tidak melakukan apapun, mereka mungkin akan masuk perjara karena bersalah.”
Soo-ha melihat
mereka berbicara.
Do-yeon: “Apakah itu
bisa dijadikan pertimbangan untuk membiarkan pembunuh pergi?” tanya Do-yeon tak
percaya.
“Aku pikir itu
memberikan banyak pertimbangan daripada menempatkan orang tidak bersalah di
penjara. Bahkan jika kau melepaskan 10 orang bersalah, jangan membuat kesalahan
pada 1 orang yang tidak bersalah. Tidakkah kau cukup mendengar ini di Yeonjo?”
tanya Hye-sung.
Do-yeon menahan
tangisnya karena kesal.
Hye-sung: “Apakah
kau tahu siapa yang akan pergi meninggalkan bidang ini? Pengacara yang selalu
kalah dari kasusnya? Jaksa yang selalu salah membuat keputusan? Atau, Jaksa
yang selalu menuntut orang yang salah?”
Do-yeon: “Diam!”
Hye-sung
melanjutkan: “Bukan mereka. Orang sepertimu yang tidak mengakui bahkan disaat
mereka tahu bahwa mereka salah, adalah masalah terbesar. Kau masih ingat apa
yang ku katakan? Jika kau kalah atasku, minta maaflah pada ibuku. Aku pikir
tidak banyak hari tersisa sampai janji kita.”
Hye-sung menatap
tajam Do-yeon, “Kau terlihat keren Jang
Hye-sung. Sangat kharismatik.”
Hye-sung berbalik
dan melihat Soo-ha disana, “Hey Gum! Tadi aku mencarimu. Dimana kau? Ayo pergi.
Aku akan membelikanmu sesuatu yang enak untuk dimakan.”
Do-yeon melihat mereka
dengan pandangan kecewa. (kecewa kah?)
***
Pil-seung dan
Pil-jae digiring masuk ke bus tahanan. Mereka duduk bersebrangan.
***
Hye-sung berjalan
bersama Soo-ha.
Hye-sung: “Aku
benar-benar tidak yakin saat di pengadilan. Aku khawatir Do-yeon memiliki bukti
yang aku tidak tahu. Tapi saat kau mengatakan, tidak, aku langsung merasa
santai. Aku merasa sangat hebat menjadi seorang pengacara.”
Mereka berhenti di
pinggir jalan karena masih lampu merah untuk penyebrang jalan.
Hye-sung: “Kau
menanyakan apa yang terjadi dengan kejadian kembang api waktu itu?”
“Ya.” Jawab Soo-ha
dengan malas.
“Seseorang
menembakkan kembang api ke mata Do-yeon. Matanya terluka parah. Do-yeon bilang
bahwa aku yang menembakkan kembang api ke matanya dan aku berkata bukan. Orang-orang
percaya pada Do-yeon, dan aku harus keluar dari sekolah. Lalu kami bertemu
kembali setelah 10 tahun sebagai jaksa dan pengacara. Setelah jadi pengacara
sebenarnya aku sendiri heran mengapa aku jadi pengacara. Tapi aku menyadarinya
setelah melihat wajah Do-yeon.”
Sudah lampu hijau. Hye-sung
melangkah maju menyebrang jalan, Soo-ha mengikutinya. Ada yang aneh dengan raut
muka Soo-ha.
Hye-sung: “Aku
menjadi pengacara untuk peristiwa itu. setelah melihat ekspresinya.”
Soo-ha: “Apa kau
sangat menyukainya?” (ekspresi wajah
Do-yeon)
Hye-sung: “Ya.”
Soo-ha: “Kenapa?”
Hye-sung: “Karena
aku benar dan dia salah.”
Soo-ha: “Bagaimana
jika kau yang salah dan dia benar?”
Hye-sung berhenti
berjalan, senyumnya menghilang, “Apa yang kau katakan?”
Soo-ha: “Kau salah
dan dia benar.”
Hye-sung: “Apa?” dia terkejut.
***
Mobil tahanan
memasuki terowongan. Kita melihat dua bersaudara Jeong saling melempar senyuman.
***
Hye-sung masih belum
mencerna perkataan Soo-ha, “Apa maksudmu? Aku salah dan Do-yeon benar?”
Mereka masih di
tengah jalan, dan lampu merah untuk pejalan kaki menyala. Mobil-mobil kembali
melaju.
Soo-ha: “Si kembar
merencanakan perampokan dan membunuh seseorang. Mereka berdua adalah pembunuh.”
Hye-sung linglung,
tampak syok, hampir saja dia terjatuh dan tertabrak mobil. Untung Soo-ha dengan
cepat memeganginya.
Hye-sung: “Mereka
berdua pembunuh? Kau sedang berbohong padaku, kan?” Hye-sung mencengkram dasi
baju Soo-ha. “Katakan kau berbohong!”
Soo-ha diam saja.
Note:
Sebenarnya aku gak
pinter komen, hehe..
Kali ini Hye-sung
sepertinya harus berbesar hati mengakui kesalahannya.
dan oow.. ini posting percobaanku dengan gambar terpisah... lama sekali
upload dan beres-beresnya... satu setengah jam... hehehe..
mungkin gambarnya terlalu banyak.. nanti aku coba review lagi... mungkin
gambarnya dikurangi atau kembali ke gambar yang digabung... :)
Spoiler untuk
episode 6:
Hye-sung dan Do-yeon
bekerja sama untuk kasus si kembar.
Hye-sung dan
Kwan-woo sepertinya akan berkencan. Lihatlah penampilan Kwan-woo yang terlihat
keren. Awww…
No comments:
Post a Comment