Social Icons

Pages

Sunday, November 24, 2013

Sinopsis I HEAR YOUR VOICE Episode 1 - 1


~~~



Suatu pagi di sekolah SMA (belum tau nama sekolahnya), beberapa murid sibuk menyapu, ngepel, ngeberesin ruangan kelas. Tampak Park Soo-ha berjalan menuju kelasnya.
Ada yang liat, dan ternyata di salah satu kelas mereka bukan bersih-bersih, ngebasahin lantai, ngasih lem ke gagang pelan, mereka mau ngerjain salah satu temannya. Siapakah itu? Apakah Soo-ha?
Seong-bin berlari menuju kelas, “Hey, hey! Cepetan siap-siap!”. Anak-anak dikelas pun bersiap, berdiri rapi, Seong-bin dan Joon-gi pura-pura pelukan sambil mau foto pake hp gt.
“Dia datang.”
Dia yang di!maksud adalah Ssang-ko si murid cewe yang berjalan didepan Soo-ha, habis buang sampah.
“Hey, Ssang-ko. Ambil pelan tuh, trus bersihin lantai sebelah sama.”
Datanglah Soo-ha, hmmm, berusaha mendengar suara hatinya Seong-bin.
anak-anak udah bener belum ya naro lemnya. Aiishh, harusnya bener..” suara hati Soeng-bin.
aiii, dia bakalan jatoh dulu, pasti seru liatnya. Mungkin harusnya tadi naro minyaknya lebih banyak..” suara hati Joon-Gi
Soo-ha mendesah denger suara temen-temennya yang mau ngerjain Ssang-ko.
SSang-ko meletekan temapt sampah yang dipegangnya dan beranjak akan mengambil pelan, tapi ditahan sama Soo-haa: “Biar aku aja yang ngerjain, kamu lap kaca jendela aja.”
Anak-anak yang lain panik, berusaha mencegah, dan yap, Soo-ha megang gagang pel yang udah dikasih lem. (padahal Soo-ha emg udah tau tuh..)
Soo-ha: “Kenapa? Aish, apa ini? Lem? Siapa yang ngasih lem disini?”
Soo-ha berusaha melepaskan tangannya, daaannn, dia terjatuh nginjek minyak dilantai.
Joon-gi marah, karena jebakannya gak nyampe ke target, dia mau ngehajr Soo-ha, Soo-ha ngelawan tapi pura-puranya mau ngelepasin lem ditangannya. Jadi kayak mukul gak sengaja gitu. Dan dimenangkan oleh Soo-ha.
~~~
Joon-gi nelpon seseorang di toilet.
“Siapa yang dipukul? Aku tuh cuma kepeleset. Gimana bisa Soo-ha yang menang? Gak ada yang menang. Aku mengalah, aku cinta perdamaian.” Joon-gi menutup telponnya dengan kesal.
“Pembohong!” Soo-ha masuk ke toilet menghampiri dan mengejutkan Joon-gi “aku memukul kamu pelan-pelan, kamu kesakitannya dibuat-buat.”
Joon-gi terlihat ketakutan, pipisnya jadi dikit-dikit keluarnya. Soo-ha bilang gak usah takut, kalo mau pipis mah pipis aja. Langsung aja pipisnya jadi banyak. (hehehe, maap ya rada jorok gak di sensor, lucu abisnya..)
Joon-gi diem aja, tapi kayaknya ngomong di hatinya, yang pastinya kedengeran sama Soo-ha.
“Kamu pasti aneh ya kenapa aku bisa menang?” Tanya Soo-ha.
Joon-gi noleh, dengan muka bertanya kenapa dia tahu apa yang ada dipikiranku..? dan dia pun ngomong dalam hati, “anak ini kayak hantu..”
Soo-ha tersenyum dan bertanya, “haruskah aku mengajarimu?” yang langsung dijawab tidak sama Joon-gi.
Sambil memegang bahu Joon-gi dan menatap matanya, Soo-ha bilang, “Dengar. Melihat mata orang lain, aku bisa tahu maksud orang itu. Pemikiran mereka, dimana akan memukul, dan bahkan kemana mereka akan lari.”
“Benarkah?” Tanya Joon-gi terkejut.
Soo-ha tertawa,”tentu saja itu bohong! Kamu percaya? Hey, bagaimana mungkin itu jadi trik rahasianya. Kamu cuma kepeleset….”
“iya bener tuh, cuma kepeleset! Bersyukurlah..” Joon-gi tertawa merasa menang. Tapi kemudian suara hatinya berkata, “lemah banget sih.. aku mengalah karena kasian sama kamu..
Soo-ha menatapnya.
~~~
 
Soo-ha jalan keluar, colokin headset ke hp, ngeliat gantungan hp, trus terdengar nyanyian anak kecil, dan flashback…

Soo-ha kecil bernyanyi mengikuti nyanyian di radio sambil ngeliat brosur. Dia sedang berada dlam mobil bersama ayahnya. Ayah bertanya apakah ada kupon gratis lagi. Soo-ha bilang ada kupon pizza salad dan Aquaquest 40% untuk akhir pekan. Aquaquest itu akurium terbaik di negara kita, ayah harus pergi kesana, kata Soo-ha menjelaskan ke ayah. Ayah bilang, “aquarium membosankan, ayah udah sering kesana.”
“aku belum pernah kesana, belum pernah sekalipun sejak aku lahir.. karena itu, ayo kita kesana minggu depan.. yah?” Soo-ha merajuk.
“Baiklah, tapi apakah ada kupon dihari biasa? Ayah tidak bisa pergi kalau akhir pekan.”
“kalo hari biasa cuma 30% diskonnya.”
“Yah,, sayang sekali..” kata ayah sambil melihat ke Soo-ha.
Sementara itu Soo-ha melihat ada truk besar yang melaju ke arah mereka.
Dan terjadilah tabrakan. Truk menabrak mobil tepat disisi ayah yang sedang menyetir. Terus mendorong mobil mereka sampai jauh. Ayah dan Soo-ha berlumuran darah. Terlihat gantungan di mobil yang sama dengan yang dipegang Soo-ha sekarang.
“Soo-ha…So-ha… Bangunlah..” Ayah memanggil Soo-ha dengan lemah.
Soo-ha: “Ayah…”
Ayah: “Apakah kamu terluka? Apakah ada yang terasa sakit?”
Soo-ha: “Kepalaku… sakit..”
Ayah: “Tahan sebentar.. tetaplah sadar..”
Seorang pria turun dari truk yang menabrak, menghampiri mobil, dan mengetuk kaca depan. Ayah merespon, si pria itu terkejut, ternyata mereka masih hidup. Ayah meminta tolong untuk mengeluarkan mereka, anak saya terluka.
“Bajingan ini masih hidup! Aku harus membunuhnya sekali lagi. Jadi banyak yang harus kulakukan..” si pria berkata kesal dalam hati.
Soo-ha mendengar suara hati si pria itu. Dia terkejut.
Ayah terus meminta tolong pada pria itu untuk membukakan pintu. Si pria berlari kembali ke truk untuk mengambil sesuatu.
Dengan suara yang lemah Soo-ha menyuruh ayahnya untuk lari. “Orang itu….kepada kita….” Belum selesai Soo-ha berkata, si pria kembali dengan membawa tongkat besi, naik ke atas kap mobil, memecahkan kaca depan, dan memukuli ayah dengan tongkat besi itu sampai meninggal.
Soo-ha tak berdaya, hanya bisa teriak memanggil ayahnya. Si pria turun, membuka pintu samping dimana ada Soo-ha dan akan memukul Soo-ha…
Flashback end..
~~~
Suara Soo-ha: “Sejak hari itu, ada dua macam suara di hidupku. Satu suara yang orang lain bisa juga mendengar, dan satu lagi hanya aku yang bisa mendengar.”
Kemudian Soo-ha melihat kesekeliling dan mendengarkan suara hati ornag-orang.
Ada satu anak laki-laki gendut yang naik tangga sambil liat Soo-ha dan berkata dalam hati, “Soo-ha, berandal itu, memukuli Joon-gi. Emang bener?”
Ada lagi, pak guru kayaknya, “Dimana aku nyimpen hp ku ya? Aish… dimana sih?”
Trus ada siswi yang dipapah temannya, sepertinya kesakitan, “Ugh, gak nyaman banget. Dan ini baru hari kedua…”
Suara Soo-ha lagi: “Hidupku, dibandingkan dengan hidup orang lain.. lebih berisik.” Lalu Soo-ha memasang headset nya.

Episode 1 

Soo-ha duduk ditangga taman, Seong-bin nyamperin, ngasih pembersih tangan buat bersihin lem, trus tanya kenapa Soo-ha nolongin Ssang-ko. Soo-bilang dia juga gak tau.
“Bohong, pasti kamu tau. Kamu suka Ssang-ko ya?” tanya Seong-bin lagi.
Soo-ha: “tidak.”
Seong-bin: “Waktu valentine day, kamu bilang kamu udah punya seseorang yang kamu suka. Makanya kamu gak mau nerima coklat dari siapapun.”
Soo-ha: “Iya. Memang ada seseorang yang aku suka. Tapi bukan Ssang-ko.”
“Siapa?” “Apakah itu aku?” tanya Seong-bin penuh harap.
“Kamu tidak berpikir kalo itu kamu kan?” tanya Soo-ha balik.
Seong-bin menyangkal, “Hey! Apa kamu gila! Aku tidak berpikir kalo itu aku! Siapa wanita itu?” “Apakah dia cinta pertamanya?”
“Cinta pertamaku.” Ujar Soo-ha santai.
“Siapa cinta pertama kamu?” selidik Seong-bin. “Apakah dia cantik? Baik?”
“Dia sangat cantik.” Kata Soo-ha sambil tersenyum.
Samar-samar terlihat seorang wanita dengan pakaian rapi sedang berjalan di suatu tempat.
Seon-bin: “Jangan terperangkap oleh kecantikan seorang perempuan. Pak guru bilang itu cuma saat mereka muda aja.”
Soo-ha: “Dia tidak hanya cantik. Baik. Dia baik dan pintar. Wanita terbaik di dunia.”
Wanita yang sedang dibicarakan, Jang Hye-sung ada diruangan sidang, sedang membacakan pembelaan untuk kliennya yang berbeda-beda dengan alasan yang sama. Sampai-sampai para hakim dan pengacara yang lain hapal sama kata-katanya. Gedeg-gedeg kepala mereka, haha..
~~~
 
Hye-sung keluar kantor persidangan dan menerima telpon ibunya. Ibu bertanya apakah Hye-sung sudah melakukan persiapan untuk wawancara untuk menadi pembela umum negara besok. Hye-sung bilang banyak yang melamar pekerjaan itu, apa yang harus aku siapkan. Ibu memarahi Hye-sung dengan umurnya yang sekarang dia harus bisa menjaga pekerjaannya. Dan menyuruh Hye-sung membayar uang yang dia pinjam ke ibu.
“Aku menjadi seorang ibu tidak untuk menyokong keuangan anaknya yang seorang pengacara.” Kata ibu.
Hye-sung kesal, dan ibu dan anak itu membahas tentang pengahasilan.
Hye-sung kembali ke yang membagikan note gratis, dia meminta lagi untuk yang ke 3 kalinya, membuat kesal yang membaginya.
~~~
 
Cha Kwan-woo berjalan menuju gedung pemerintah, semacam gedung kejaksaan gitu kayaknya. Dia akan melakukan wawancara pembela umum. Tapi kayaknya salah masuk ruangan deh, dia masuk di 529 barat, harusnya 529 timur. Pas dia masuk, cuma ada Hye-sung disana lagi main game di hp. Kwan-woo mencoba ngobrol sama Hye-sung tapi Hye-sung nya cuek bebek. Tapi Kwan-woo tetep aja ngajakin ngobri\ol, dia bilang jadi pengacara itu impiannya, awalnya dia polisi trus berhenti buat jadi pengacara, pembela umum khususnya.
Ada seorang laki-laki yang masuk ke ruangan itu, dan menanyakan mereka sedang apa disana. Kwan-woo bilang lagi nunggu mau wawancara. Tahulah mereka kalau mereka salah ruangan. Hye-sung lari duluan, disusul Kwan-woo yang pengen bareng. Kwan-woo ini agak-agak culun gayanya. Pake kacamata, poni lempar, celana ngatung, hehe..
Hye-sung yang nyampe duluan, begitu buka pintu langsung nganga, disusul Kan-woo yang nganga juga. Kaget, ternyata yang ikutan wawancara banyak bangeeettt, dan itu baru hari pertama.
Hye-sung dengan galak dan masih syok langsung minta contekan kisi-kisi pertnyaan yang Kwan-woo punya (pas tadi di ruangan yang salah Kwan-woo nawarin tapi ditolak Hye-sung).
~~~
 
Giliran Kwan-woo di wawancara. Pak hakim, Kim Gong-suk, bertanya:
“Dengan IPk yang bagus, anda pasti mendapat banyak tawaran. Mengapa anda memilih menjadi pembela umum?”
Kwan-woo: “Saya ingin menjadi seorang pengacara bukan untuk memperoleh uang. Saya akan menjadi pejuang.”
Sementara Hye-sung menguping orang lain yang sedang wawancara. Mencocokan jawaban mereka dengan contekanya. Hampir semua alasan udah dipake sama orang lain. Hye-sung kesal.
~~~
Hye-sung diruang wawancara. Ditanya dengan pertanyaan yang sama. Contekannya udah kecoret semua. Dia ngeluarin note yang tadi ngambil banyak itu, dia bagiin ke pewawancara. Hakin bertanya apa itu.
“Itu adalah iklan promosi dari klinik dokter gigi. Saya mengambil lebih dari satu untuk menghemat uang.”
Hakim Kim: “Apakah anda berusaha mendapatkan belas kasihan kami?”
Hye-sung: “Saya harus memberitahukan alasan sesungguhnya. Saya datang kesini karena uang. Saya tidak punya kemampuan untuk masuk ke kantor pengacara.”
Mian, aku gak ngerti omongannya Hye-sung, pokonya intiny dia mau jadi pembela umum karena katanya bisa dapet uang banyak. Trus dia ditolak mentah-mentah, tpi ada satu pernyataan Hye-sung yang bikin Hakim Kim penasaran. Hakim Kim minta diceritain, Hye-sung minta imbalan dia harus diterima. Jika ceritanya menarik, mungkin bisa diterima, kata Hakim Kim. 
Hye-sung pun bercerita:
“Sepuluh tahun yang lalu, saya punya seorang teman. Seorang anak perempuan dari majikan ibu saya. Dia cantik dan pintar. Tapi ada yang mengganggu saya. Saya melihat dia mencontek saat ujian, yang seharusnya saya tidak lihat. Seorang anak, yang selalu berada di peringkat 10, tiba-tiba menjadi peringkat pertama. Ibunya mengadakan pesta perayaan, saya dan ibu saya memasak.”
Flashback..
Hye-sung membawa makanan ke luar rumah, dimana anak majikan ibunya, Seo Do-yeon, sedang menyalakan kembang api sama teman-temannya. Salah satu teman Do-yeon meminta Hye-sung untuk bergabung. Hye-sung memegng kembang apinya, belum dinyalain. Teman Do-yeon menyalakan kembang api, tapi tidak keluar, dia goyang-goyang dan kena ke matanya Do-yeon. Semua orang panic, hanya Hye-sung yang diam mematung.
Suara Hye-sung dewasa: “Saat itu, saya terkejut dan merasa khawatir. Tapi, dalam hati saya yang  terdalam, saya pikir saya tidak terlalu peduli. Saya sangat membencinya.”
Do-yeon berada di RS, terbaring dengan mata tertutup perban. Dokter bilang mata kirinya mungkin akan mengalami kebutaan. Ayah dan ibunya terlihat sedih.
Hye-sung dan ibunya menyiapkan makanan untuk dibawa ke RS, ibu menyuruh Hye-sung berganti pakaian dan pergi dengannya ke RS, tapi Hye-sung gak mau.
~~~
 
Di RS. Di kamar Do-yeon, ada ayah, ibu, dan dua orang teman Do-yeon. Ayah bertanya siapa yang membuat anaknya seperti ini. Mereka ketakutan.
“Saya tidak tahu. Saya kalut saat itu. saya tidak melihat siapa yang melakukannya.” Jawab salah satu temn Do-yeon. “Apakah kamu melihatnya?” dia bertanya ke temannya lagi, pelaku sebenarnya.
“Aku? Sepertinya aku melihatnya.”
Semua terkejut, siapa?
“Itu…”
Hye-sung dan ibunya masuk.
Si pelaku dengan cepat bilang bahwa “Hye-sung yang melakukannya. aku melihatnya.”
Ibu dan Hye-sung bingung, melakukan apa?
Mereka bilang Hye-sung sengaja melukai Do-yeon. “Itu bohong. Mereka sengaja menyalahkan aku untuk menutupi salah satu dari mereka yang melakukannya.” Kata Hye-sung dengan marah.
Ibu Do-yeon terlihat percaya, tapi ayahnya sepertinya tidak. Namun ternyata Do-yeon pun menuduh Hye-sung. Tentu saja Hye-sung menyangkalnya, memang buk dia pelakunya.
Ibu Hye-sung terlihat syok, dia meminta waktu untuk berbicara dengan Hye-sung diluar. Hye-sung ditarik keluar sama ibu.

Hye-sung: “Ibu. Ibu tidak percaya padaku? Benarkah? Itu benar-benar bukan aku. Aku bilang bukan!”
Ibu: “Lihat mata ibu dan katakana sejujurnya. Kamu melakukannya? Benarkah?”
Hye-sung menangis: “Tidak. Itu tidak benar.”
Ibu: “Jika memang kamu yang melakukannya. Ibu tetap akan berada dipihakmu. Jadi jangan berbohong. Walaupun itu suatu masalah, katakan sejujurnya.”
Hye-sung: “Walaupun aku buruk, aku tetap anak ibu. Anak yang tidak lebih ibu perhatikan daripada keluarga itu. ku benci Do-yeon. Tapi aku tidak akan melakukan itu. Aku tahu perilaku ku buruk, tapi aku tak sejahat itu.”
Ibu dan Hye-sung sama-sama menangis.
Ibu menenangkan Hye-sung, “Jangan menangis. Aigo, lihat hidungmu, kotor sekali.”
Hye-sung: “Ibu percaya padaku?”
Ibu:”Kamu bilang ibu harus percaya.”
Hye-sung: “Ibu percaya karena aku yang bilang dan bukan karna ibu benar-benar percaya?”
Ibu: “Aigo.. gadis ini masih saja berbicara seperti itu bahkan setelah ibu bilang ibu percaya.” Kata ibu sampil ngeplak kepalanya Hye-sung.
~~~
 
Di kamar RS. Do-yeon tanya pada ayahnya, “ayah percaya pada perkataanku kan?”
Ayah bilang ayah percaya pada kata-kata pertama mereka yang bilang kalau tidak melihat yang melakukannya. Ibu dan Hye-sung masuk, ibu bilang bukan Hye-sung yang melakukannya.
Ibu Do-yeon bilang, Ibu Hye-sung tidak boleh membela Hye-sung karena dia anaknya dan tidak akan memecahkan masalahnya.
“Tidak. Saya tidak membelanya karena dia anak saya. Tapi, anak ini tidak pernah menangis. Dia tidak menangis saat dia kehilangan ayahnya. Dan saat kakinya patah, dia tidak meneteskan airmatanya sedikit pun. Saat dia menangis, hanya ada satu alasan. Saat ada sesuatu yang tidak adil. Melihatnya menangis seperti ini, artinya dia merasa dituduh. Pelakunya bukan Hye-sung, tapi orang lain. Saya sangat yakin. Tolong percaya pada saya dan Hye-sung.”
Hye-sung terus menatap ibunya. Do-yeon kelihatan tegang, ayahnya diam saja. Tapi, ibunya, masih menuduh Hye-sung, “putriku bilang Hye-sung yang melakukannya. Dia melihat dengan kedua matanya sendiri.”
Ibu membela Hye-sung, “Saya pikir, pasti Do-yeon merasa bingung karena disana banyak teman-temannya. Anak saya benar-benar bukan pelakunya.”
Ibu Do-yeon masih menuduh Hye-sung dan menyuruh suaminya melakukan sesuatu.
Ayah Do-yeon berkata pada Hye-sung, “Hye-sung, saya tidak mendengarkan bukan karena saya percaya sama kamu. Saya menunggu.”
Hye-sung: “Menunggu apa?”
Ayah Do-yeon: “Mengakui bahwa kamu melakukannya, menyesalinya, dan meminta maaf.”
Hye-sung: “saya sudah bilang bukan saya yang melakukannya.”
Do-yeon tersenyum penuh kemenangan, ayahnya percaya sama omongannya dia.
Ayah Do-yeon: “Jika kamu mengakuinya dan meminta maaf dengan sungguh-sungguhnya. Saya akan memaafkan kamu. Demi masa depanmu dan kita akan melanjutkan hidup kita seperti biasanya. Tapi jika kamu tetap seperti ini, saya tidak akan membiarkan kamu satu sekolah dengan anak saya.”
Hye-sung: “Apa maksudnya? Apakah anda akan mengeluarkan saya?”
Ayah Do-yeon bilang mereka juga harus keluar dari rumah, kalau Hye-sung masih tidak mau mengaku. Dia melakukan ini karena sudah menjaga Hye-sung selama 10 tahun ini. Apa yang mau Hye-sung akui? Memang bukan dia pelakunya.
~~~
 
Hye-sung dikeluarkan dari sekolah. Ibu sudah mengemas barang-barang untuk pindah. Pak sopir keluarga itu memberikan uang pesangon titipan dari mereka. Hye-sung melarang ibu untuk menerimanya. “Jangan terima. Jika ibu percaya saya, jangan terima.” Tapi ibu tetap memanggilnya. Hye-sung tidak mau ikut pergi kalau ibu tidak mengembalikan uangnya.
Ibu turun di suatu tempat, dia melihat poster ayah Do-yeon, Hakim Agung sepertinya, dan ibu meremas amplop uang itu.
Hye-sung masih ditempat yang sama, di depan rumah keluarga Do-yeon sampai larut malam. Ayah Do-yeon keluar rumah, menghampiri Hye-sung.
“Untuk berapa lama kamu akan berdiri disini? Cepat susul ibumu” tanya Hakim Seo (ganti panggilnya pake nama aja ya..)
“Berapa banyak uang pesangon yang anda berikan untuk ibu saya? 100 ribu won? 1 juta won? Saya tidak tahu berapa, tapi itu kompensasi dari harga diri anda. Anda memberikannya karena anda merasa bersalah. ‘bagaimana jika bukan dia pelakunya?’ itulah mengapa anda memberikannya. Benarkan?” tanya Hye-sung sambil menatap tajam Hakim Seo.
“Dengan amplop uang itu, saya ingin menguji ibu kamu. Apakah dia percaya putrinya atau tidak. Jika dia percaya padamu, dia tidak akan menerima uang itu. bahkan ibunya pun tidak percaya pada putrinya sendiri. Bagaimana saya bisa percaya sama kamu?” jawab Hakim Seo.
Hye-sung terlihat terpukul mendengar kata-kata itu.

Lalu Hakim Seo melihat ibu Hye-sung membakar buku-bukunya (yang tadi ada posternya ternyata promosi buku) dan uang pemberian Hakim Seo tadi.
Hakim Seo menghampiri ibu  dan bertanya apa yang ia lakukan. Hye-sung pun  menghampiri ibunya.
“Refleksi bisa membuat hati terasa hangat. Saya tidak menyadarinya saat saya membaca buku anda, tetapi sekarang saya membakarnya, saya bisa merasakan kehangatannya.” Jawab ibu.
Hakim Seo bertanya lagi apa yang ibu lakukan.
“Anda tidak mendengarkan kata-kata saya, jadi saya mencoba menunjukkannya pada anda. Putri saya tidak melakukan apapun. Sangat tidak asil mengeluarkannya dari sekolah. Anak saya tidak bersalah dan anda seharusnya mengetahuinya. Dan itu alasan saya melakukan ini.”
Hye-sung terharu dengan pembelaan ibunya, ibu percaya sepenuhnya padanya.
“Lihatlah, sepertinya anda sudah menangkap maksud saya. Hanya itu yang saya butuhkan.” Tambah ibu.

Ibu kemudian mengajak Hye-sung pergi. Pas belok, ibu terduduk, liat contekan ditangannya, dia lupa ada yang ketinggalan gak di sebut, ‘anda tidak menyelamatkan orang dengan hukum, anda membuat mereka menangis’.
Hye-sung senang ibu benar-benar percaya sama dia. Tentu saja ibu percaya..

No comments:

Post a Comment

 

Sample text


Sample Text

Tasya azira