~~~
Suatu pagi di
sekolah SMA (belum tau nama sekolahnya), beberapa murid sibuk menyapu, ngepel,
ngeberesin ruangan kelas. Tampak Park Soo-ha berjalan menuju kelasnya.
Ada yang liat, dan
ternyata di salah satu kelas mereka bukan bersih-bersih, ngebasahin lantai,
ngasih lem ke gagang pelan, mereka mau ngerjain salah satu temannya. Siapakah
itu? Apakah Soo-ha?
Seong-bin berlari
menuju kelas, “Hey, hey! Cepetan siap-siap!”. Anak-anak dikelas pun bersiap,
berdiri rapi, Seong-bin dan Joon-gi pura-pura pelukan sambil mau foto pake hp
gt.
“Dia datang.”
Dia yang di!maksud
adalah Ssang-ko si murid cewe yang berjalan didepan Soo-ha, habis buang sampah.
“Hey, Ssang-ko. Ambil
pelan tuh, trus bersihin lantai sebelah sama.”
Datanglah Soo-ha,
hmmm, berusaha mendengar suara hatinya Seong-bin.
“anak-anak udah bener belum ya naro lemnya.
Aiishh, harusnya bener..” suara hati Soeng-bin.
“aiii, dia bakalan jatoh dulu, pasti seru
liatnya. Mungkin harusnya tadi naro minyaknya lebih banyak..” suara hati
Joon-Gi
Soo-ha mendesah
denger suara temen-temennya yang mau ngerjain Ssang-ko.
SSang-ko meletekan
temapt sampah yang dipegangnya dan beranjak akan mengambil pelan, tapi ditahan
sama Soo-haa: “Biar aku aja yang ngerjain, kamu lap kaca jendela aja.”
Anak-anak yang lain
panik, berusaha mencegah, dan yap, Soo-ha megang gagang pel yang udah dikasih
lem. (padahal Soo-ha emg udah tau tuh..)
Soo-ha: “Kenapa?
Aish, apa ini? Lem? Siapa yang ngasih lem disini?”
Soo-ha berusaha
melepaskan tangannya, daaannn, dia terjatuh nginjek minyak dilantai.
Joon-gi marah,
karena jebakannya gak nyampe ke target, dia mau ngehajr Soo-ha, Soo-ha ngelawan
tapi pura-puranya mau ngelepasin lem ditangannya. Jadi kayak mukul gak sengaja
gitu. Dan dimenangkan oleh Soo-ha.
~~~
Joon-gi nelpon
seseorang di toilet.
“Siapa yang dipukul?
Aku tuh cuma kepeleset. Gimana bisa Soo-ha yang menang? Gak ada yang menang.
Aku mengalah, aku cinta perdamaian.” Joon-gi menutup telponnya dengan kesal.
“Pembohong!” Soo-ha
masuk ke toilet menghampiri dan mengejutkan Joon-gi “aku memukul kamu
pelan-pelan, kamu kesakitannya dibuat-buat.”
Joon-gi terlihat
ketakutan, pipisnya jadi dikit-dikit keluarnya. Soo-ha bilang gak usah takut,
kalo mau pipis mah pipis aja. Langsung aja pipisnya jadi banyak. (hehehe, maap
ya rada jorok gak di sensor, lucu abisnya..)
Joon-gi diem aja,
tapi kayaknya ngomong di hatinya, yang pastinya kedengeran sama Soo-ha.
“Kamu pasti aneh ya
kenapa aku bisa menang?” Tanya Soo-ha.
Joon-gi noleh,
dengan muka bertanya kenapa dia tahu apa yang ada dipikiranku..? dan dia pun
ngomong dalam hati, “anak ini kayak hantu..”
Soo-ha tersenyum dan
bertanya, “haruskah aku mengajarimu?” yang langsung dijawab tidak sama Joon-gi.
Sambil memegang bahu
Joon-gi dan menatap matanya, Soo-ha bilang, “Dengar. Melihat mata orang lain,
aku bisa tahu maksud orang itu. Pemikiran mereka, dimana akan memukul, dan
bahkan kemana mereka akan lari.”
“Benarkah?” Tanya Joon-gi
terkejut.
Soo-ha
tertawa,”tentu saja itu bohong! Kamu percaya? Hey, bagaimana mungkin itu jadi
trik rahasianya. Kamu cuma kepeleset….”
“iya bener tuh, cuma
kepeleset! Bersyukurlah..” Joon-gi tertawa merasa menang. Tapi kemudian suara
hatinya berkata, “lemah banget sih.. aku
mengalah karena kasian sama kamu..”
Soo-ha menatapnya.
~~~
Soo-ha jalan keluar,
colokin headset ke hp, ngeliat gantungan hp, trus terdengar nyanyian anak
kecil, dan flashback…
Soo-ha kecil
bernyanyi mengikuti nyanyian di radio sambil ngeliat brosur. Dia sedang berada
dlam mobil bersama ayahnya. Ayah bertanya apakah ada kupon gratis lagi. Soo-ha
bilang ada kupon pizza salad dan Aquaquest 40% untuk akhir pekan. Aquaquest itu
akurium terbaik di negara kita, ayah harus pergi kesana, kata Soo-ha
menjelaskan ke ayah. Ayah bilang, “aquarium membosankan, ayah udah sering
kesana.”
“aku belum pernah
kesana, belum pernah sekalipun sejak aku lahir.. karena itu, ayo kita kesana
minggu depan.. yah?” Soo-ha merajuk.
“Baiklah, tapi
apakah ada kupon dihari biasa? Ayah tidak bisa pergi kalau akhir pekan.”
“kalo hari biasa
cuma 30% diskonnya.”
“Yah,, sayang
sekali..” kata ayah sambil melihat ke Soo-ha.
Sementara itu Soo-ha
melihat ada truk besar yang melaju ke arah mereka.
Dan terjadilah
tabrakan. Truk menabrak mobil tepat disisi ayah yang sedang menyetir. Terus
mendorong mobil mereka sampai jauh. Ayah dan Soo-ha berlumuran darah. Terlihat
gantungan di mobil yang sama dengan yang dipegang Soo-ha sekarang.
“Soo-ha…So-ha…
Bangunlah..” Ayah memanggil Soo-ha dengan lemah.
Soo-ha: “Ayah…”
Ayah: “Apakah kamu
terluka? Apakah ada yang terasa sakit?”
Soo-ha: “Kepalaku…
sakit..”
Ayah: “Tahan
sebentar.. tetaplah sadar..”
Seorang pria turun
dari truk yang menabrak, menghampiri mobil, dan mengetuk kaca depan. Ayah
merespon, si pria itu terkejut, ternyata mereka masih hidup. Ayah meminta
tolong untuk mengeluarkan mereka, anak saya terluka.
“Bajingan ini masih hidup! Aku harus membunuhnya sekali lagi. Jadi
banyak yang harus kulakukan..” si pria berkata kesal dalam hati.
Soo-ha mendengar
suara hati si pria itu. Dia terkejut.
Ayah terus meminta
tolong pada pria itu untuk membukakan pintu. Si pria berlari kembali ke truk
untuk mengambil sesuatu.
Dengan suara yang
lemah Soo-ha menyuruh ayahnya untuk lari. “Orang itu….kepada kita….” Belum
selesai Soo-ha berkata, si pria kembali dengan membawa tongkat besi, naik ke
atas kap mobil, memecahkan kaca depan, dan memukuli ayah dengan tongkat besi
itu sampai meninggal.
Soo-ha tak berdaya,
hanya bisa teriak memanggil ayahnya. Si pria turun, membuka pintu samping
dimana ada Soo-ha dan akan memukul Soo-ha…
Flashback end..
~~~
Suara Soo-ha: “Sejak
hari itu, ada dua macam suara di hidupku. Satu suara yang orang lain bisa juga
mendengar, dan satu lagi hanya aku yang bisa mendengar.”
Kemudian Soo-ha
melihat kesekeliling dan mendengarkan suara hati ornag-orang.
Ada satu anak
laki-laki gendut yang naik tangga sambil liat Soo-ha dan berkata dalam hati,
“Soo-ha, berandal itu, memukuli Joon-gi. Emang bener?”
Ada lagi, pak guru
kayaknya, “Dimana aku nyimpen hp ku ya? Aish… dimana sih?”
Trus ada siswi yang
dipapah temannya, sepertinya kesakitan, “Ugh, gak nyaman banget. Dan ini baru
hari kedua…”
Suara Soo-ha lagi: “Hidupku,
dibandingkan dengan hidup orang lain.. lebih berisik.” Lalu Soo-ha memasang
headset nya.
Episode 1
Soo-ha duduk
ditangga taman, Seong-bin nyamperin, ngasih pembersih tangan buat bersihin lem,
trus tanya kenapa Soo-ha nolongin Ssang-ko. Soo-bilang dia juga gak tau.
“Bohong, pasti kamu
tau. Kamu suka Ssang-ko ya?” tanya Seong-bin lagi.
Soo-ha: “tidak.”
Seong-bin: “Waktu
valentine day, kamu bilang kamu udah punya seseorang yang kamu suka. Makanya
kamu gak mau nerima coklat dari siapapun.”
Soo-ha: “Iya. Memang
ada seseorang yang aku suka. Tapi bukan Ssang-ko.”
“Siapa?” “Apakah itu aku?” tanya Seong-bin penuh
harap.
“Kamu tidak berpikir
kalo itu kamu kan?” tanya Soo-ha balik.
Seong-bin
menyangkal, “Hey! Apa kamu gila! Aku tidak berpikir kalo itu aku! Siapa wanita
itu?” “Apakah dia cinta pertamanya?”
“Cinta pertamaku.”
Ujar Soo-ha santai.
“Siapa cinta pertama
kamu?” selidik Seong-bin. “Apakah dia
cantik? Baik?”
“Dia sangat cantik.”
Kata Soo-ha sambil tersenyum.
Samar-samar terlihat
seorang wanita dengan pakaian rapi sedang berjalan di suatu tempat.
Seon-bin: “Jangan
terperangkap oleh kecantikan seorang perempuan. Pak guru bilang itu cuma saat
mereka muda aja.”
Soo-ha: “Dia tidak
hanya cantik. Baik. Dia baik dan pintar. Wanita terbaik di dunia.”
Wanita yang sedang
dibicarakan, Jang Hye-sung ada diruangan sidang, sedang membacakan pembelaan
untuk kliennya yang berbeda-beda dengan alasan yang sama. Sampai-sampai para
hakim dan pengacara yang lain hapal sama kata-katanya. Gedeg-gedeg kepala
mereka, haha..
~~~
Hye-sung keluar
kantor persidangan dan menerima telpon ibunya. Ibu bertanya apakah Hye-sung
sudah melakukan persiapan untuk wawancara untuk menadi pembela umum negara
besok. Hye-sung bilang banyak yang melamar pekerjaan itu, apa yang harus aku
siapkan. Ibu memarahi Hye-sung dengan umurnya yang sekarang dia harus bisa
menjaga pekerjaannya. Dan menyuruh Hye-sung membayar uang yang dia pinjam ke
ibu.
“Aku menjadi seorang
ibu tidak untuk menyokong keuangan anaknya yang seorang pengacara.” Kata ibu.
Hye-sung kesal, dan
ibu dan anak itu membahas tentang pengahasilan.
Hye-sung kembali ke
yang membagikan note gratis, dia meminta lagi untuk yang ke 3 kalinya, membuat
kesal yang membaginya.
~~~
Cha Kwan-woo berjalan
menuju gedung pemerintah, semacam gedung kejaksaan gitu kayaknya. Dia akan
melakukan wawancara pembela umum. Tapi kayaknya salah masuk ruangan deh, dia
masuk di 529 barat, harusnya 529 timur. Pas dia masuk, cuma ada Hye-sung disana
lagi main game di hp. Kwan-woo mencoba ngobrol sama Hye-sung tapi Hye-sung nya
cuek bebek. Tapi Kwan-woo tetep aja ngajakin ngobri\ol, dia bilang jadi
pengacara itu impiannya, awalnya dia polisi trus berhenti buat jadi pengacara,
pembela umum khususnya.
Ada seorang
laki-laki yang masuk ke ruangan itu, dan menanyakan mereka sedang apa disana.
Kwan-woo bilang lagi nunggu mau wawancara. Tahulah mereka kalau mereka salah
ruangan. Hye-sung lari duluan, disusul Kwan-woo yang pengen bareng. Kwan-woo
ini agak-agak culun gayanya. Pake kacamata, poni lempar, celana ngatung, hehe..
Hye-sung yang nyampe
duluan, begitu buka pintu langsung nganga, disusul Kan-woo yang nganga juga.
Kaget, ternyata yang ikutan wawancara banyak bangeeettt, dan itu baru hari
pertama.
Hye-sung dengan
galak dan masih syok langsung minta contekan kisi-kisi pertnyaan yang Kwan-woo
punya (pas tadi di ruangan yang salah Kwan-woo nawarin tapi ditolak Hye-sung).
~~~
Giliran Kwan-woo di
wawancara. Pak hakim, Kim Gong-suk, bertanya:
“Dengan IPk yang
bagus, anda pasti mendapat banyak tawaran. Mengapa anda memilih menjadi pembela
umum?”
Kwan-woo: “Saya
ingin menjadi seorang pengacara bukan untuk memperoleh uang. Saya akan menjadi
pejuang.”
Sementara Hye-sung
menguping orang lain yang sedang wawancara. Mencocokan jawaban mereka dengan
contekanya. Hampir semua alasan udah dipake sama orang lain. Hye-sung kesal.
~~~
Hye-sung diruang
wawancara. Ditanya dengan pertanyaan yang sama. Contekannya udah kecoret semua.
Dia ngeluarin note yang tadi ngambil banyak itu, dia bagiin ke pewawancara.
Hakin bertanya apa itu.
“Itu adalah iklan
promosi dari klinik dokter gigi. Saya mengambil lebih dari satu untuk menghemat
uang.”
Hakim Kim: “Apakah
anda berusaha mendapatkan belas kasihan kami?”
Hye-sung: “Saya
harus memberitahukan alasan sesungguhnya. Saya datang kesini karena uang. Saya
tidak punya kemampuan untuk masuk ke kantor pengacara.”
Mian, aku gak ngerti
omongannya Hye-sung, pokonya intiny dia mau jadi pembela umum karena katanya
bisa dapet uang banyak. Trus dia ditolak mentah-mentah, tpi ada satu pernyataan
Hye-sung yang bikin Hakim Kim penasaran. Hakim Kim minta diceritain, Hye-sung
minta imbalan dia harus diterima. Jika ceritanya menarik, mungkin bisa
diterima, kata Hakim Kim.
“Sepuluh tahun yang
lalu, saya punya seorang teman. Seorang anak perempuan dari majikan ibu saya.
Dia cantik dan pintar. Tapi ada yang mengganggu saya. Saya melihat dia
mencontek saat ujian, yang seharusnya saya tidak lihat. Seorang anak, yang
selalu berada di peringkat 10, tiba-tiba menjadi peringkat pertama. Ibunya
mengadakan pesta perayaan, saya dan ibu saya memasak.”
Flashback..
Hye-sung membawa
makanan ke luar rumah, dimana anak majikan ibunya, Seo Do-yeon, sedang
menyalakan kembang api sama teman-temannya. Salah satu teman Do-yeon meminta
Hye-sung untuk bergabung. Hye-sung memegng kembang apinya, belum dinyalain.
Teman Do-yeon menyalakan kembang api, tapi tidak keluar, dia goyang-goyang dan
kena ke matanya Do-yeon. Semua orang panic, hanya Hye-sung yang diam mematung.
Suara Hye-sung
dewasa: “Saat itu, saya terkejut dan merasa khawatir. Tapi, dalam hati saya
yang terdalam, saya pikir saya tidak
terlalu peduli. Saya sangat membencinya.”
Do-yeon berada di
RS, terbaring dengan mata tertutup perban. Dokter bilang mata kirinya mungkin
akan mengalami kebutaan. Ayah dan ibunya terlihat sedih.
Hye-sung dan ibunya
menyiapkan makanan untuk dibawa ke RS, ibu menyuruh Hye-sung berganti pakaian
dan pergi dengannya ke RS, tapi Hye-sung gak mau.
~~~
Di RS. Di kamar
Do-yeon, ada ayah, ibu, dan dua orang teman Do-yeon. Ayah bertanya siapa yang
membuat anaknya seperti ini. Mereka ketakutan.
“Saya tidak tahu.
Saya kalut saat itu. saya tidak melihat siapa yang melakukannya.” Jawab salah
satu temn Do-yeon. “Apakah kamu melihatnya?” dia bertanya ke temannya lagi,
pelaku sebenarnya.
“Aku? Sepertinya aku
melihatnya.”
Semua terkejut,
siapa?
“Itu…”
Hye-sung dan ibunya
masuk.
Si pelaku dengan
cepat bilang bahwa “Hye-sung yang melakukannya. aku melihatnya.”
Ibu dan Hye-sung
bingung, melakukan apa?
Mereka bilang
Hye-sung sengaja melukai Do-yeon. “Itu bohong. Mereka sengaja menyalahkan aku
untuk menutupi salah satu dari mereka yang melakukannya.” Kata Hye-sung dengan
marah.
Ibu Do-yeon terlihat
percaya, tapi ayahnya sepertinya tidak. Namun ternyata Do-yeon pun menuduh
Hye-sung. Tentu saja Hye-sung menyangkalnya, memang buk dia pelakunya.
Ibu Hye-sung
terlihat syok, dia meminta waktu untuk berbicara dengan Hye-sung diluar.
Hye-sung ditarik keluar sama ibu.
Hye-sung: “Ibu. Ibu
tidak percaya padaku? Benarkah? Itu benar-benar bukan aku. Aku bilang bukan!”
Ibu: “Lihat mata ibu
dan katakana sejujurnya. Kamu melakukannya? Benarkah?”
Hye-sung menangis:
“Tidak. Itu tidak benar.”
Ibu: “Jika memang
kamu yang melakukannya. Ibu tetap akan berada dipihakmu. Jadi jangan berbohong.
Walaupun itu suatu masalah, katakan sejujurnya.”
Hye-sung: “Walaupun
aku buruk, aku tetap anak ibu. Anak yang tidak lebih ibu perhatikan daripada
keluarga itu. ku benci Do-yeon. Tapi aku tidak akan melakukan itu. Aku tahu
perilaku ku buruk, tapi aku tak sejahat itu.”
Ibu dan Hye-sung
sama-sama menangis.
Ibu menenangkan
Hye-sung, “Jangan menangis. Aigo, lihat hidungmu, kotor sekali.”
Hye-sung: “Ibu
percaya padaku?”
Ibu:”Kamu bilang ibu
harus percaya.”
Hye-sung: “Ibu
percaya karena aku yang bilang dan bukan karna ibu benar-benar percaya?”
Ibu: “Aigo.. gadis
ini masih saja berbicara seperti itu bahkan setelah ibu bilang ibu percaya.” Kata
ibu sampil ngeplak kepalanya Hye-sung.
~~~
Di kamar RS. Do-yeon
tanya pada ayahnya, “ayah percaya pada perkataanku kan?”
Ayah bilang ayah
percaya pada kata-kata pertama mereka yang bilang kalau tidak melihat yang
melakukannya. Ibu dan Hye-sung masuk, ibu bilang bukan Hye-sung yang
melakukannya.
Ibu Do-yeon bilang,
Ibu Hye-sung tidak boleh membela Hye-sung karena dia anaknya dan tidak akan
memecahkan masalahnya.
“Tidak. Saya tidak
membelanya karena dia anak saya. Tapi, anak ini tidak pernah menangis. Dia tidak
menangis saat dia kehilangan ayahnya. Dan saat kakinya patah, dia tidak
meneteskan airmatanya sedikit pun. Saat dia menangis, hanya ada satu alasan. Saat
ada sesuatu yang tidak adil. Melihatnya menangis seperti ini, artinya dia merasa
dituduh. Pelakunya bukan Hye-sung, tapi orang lain. Saya sangat yakin. Tolong percaya
pada saya dan Hye-sung.”
Hye-sung terus
menatap ibunya. Do-yeon kelihatan tegang, ayahnya diam saja. Tapi, ibunya,
masih menuduh Hye-sung, “putriku bilang Hye-sung yang melakukannya. Dia melihat
dengan kedua matanya sendiri.”
Ibu membela
Hye-sung, “Saya pikir, pasti Do-yeon merasa bingung karena disana banyak
teman-temannya. Anak saya benar-benar bukan pelakunya.”
Ibu Do-yeon masih
menuduh Hye-sung dan menyuruh suaminya melakukan sesuatu.
Ayah Do-yeon berkata
pada Hye-sung, “Hye-sung, saya tidak mendengarkan bukan karena saya percaya
sama kamu. Saya menunggu.”
Hye-sung: “Menunggu
apa?”
Ayah Do-yeon: “Mengakui
bahwa kamu melakukannya, menyesalinya, dan meminta maaf.”
Hye-sung: “saya
sudah bilang bukan saya yang melakukannya.”
Do-yeon tersenyum
penuh kemenangan, ayahnya percaya sama omongannya dia.
Ayah Do-yeon: “Jika
kamu mengakuinya dan meminta maaf dengan sungguh-sungguhnya. Saya akan
memaafkan kamu. Demi masa depanmu dan kita akan melanjutkan hidup kita seperti
biasanya. Tapi jika kamu tetap seperti ini, saya tidak akan membiarkan kamu
satu sekolah dengan anak saya.”
Hye-sung: “Apa
maksudnya? Apakah anda akan mengeluarkan saya?”
Ayah Do-yeon bilang
mereka juga harus keluar dari rumah, kalau Hye-sung masih tidak mau mengaku. Dia
melakukan ini karena sudah menjaga Hye-sung selama 10 tahun ini. Apa yang mau
Hye-sung akui? Memang bukan dia pelakunya.
~~~
Hye-sung dikeluarkan
dari sekolah. Ibu sudah mengemas barang-barang untuk pindah. Pak sopir keluarga
itu memberikan uang pesangon titipan dari mereka. Hye-sung melarang ibu untuk
menerimanya. “Jangan terima. Jika ibu percaya saya, jangan terima.” Tapi ibu
tetap memanggilnya. Hye-sung tidak mau ikut pergi kalau ibu tidak mengembalikan
uangnya.
Ibu turun di suatu
tempat, dia melihat poster ayah Do-yeon, Hakim Agung sepertinya, dan ibu
meremas amplop uang itu.
Hye-sung masih
ditempat yang sama, di depan rumah keluarga Do-yeon sampai larut malam. Ayah Do-yeon
keluar rumah, menghampiri Hye-sung.
“Untuk berapa lama
kamu akan berdiri disini? Cepat susul ibumu” tanya Hakim Seo (ganti panggilnya
pake nama aja ya..)
“Berapa banyak uang
pesangon yang anda berikan untuk ibu saya? 100 ribu won? 1 juta won? Saya tidak
tahu berapa, tapi itu kompensasi dari harga diri anda. Anda memberikannya
karena anda merasa bersalah. ‘bagaimana jika bukan dia pelakunya?’ itulah
mengapa anda memberikannya. Benarkan?” tanya Hye-sung sambil menatap tajam
Hakim Seo.
“Dengan amplop uang
itu, saya ingin menguji ibu kamu. Apakah dia percaya putrinya atau tidak. Jika dia
percaya padamu, dia tidak akan menerima uang itu. bahkan ibunya pun tidak
percaya pada putrinya sendiri. Bagaimana saya bisa percaya sama kamu?” jawab
Hakim Seo.
Hye-sung terlihat
terpukul mendengar kata-kata itu.
Lalu Hakim Seo
melihat ibu Hye-sung membakar buku-bukunya (yang tadi ada posternya ternyata
promosi buku) dan uang pemberian Hakim Seo tadi.
Hakim Seo
menghampiri ibu dan bertanya apa yang ia
lakukan. Hye-sung pun menghampiri
ibunya.
“Refleksi bisa
membuat hati terasa hangat. Saya tidak menyadarinya saat saya membaca buku
anda, tetapi sekarang saya membakarnya, saya bisa merasakan kehangatannya.” Jawab
ibu.
Hakim Seo bertanya
lagi apa yang ibu lakukan.
“Anda tidak
mendengarkan kata-kata saya, jadi saya mencoba menunjukkannya pada anda. Putri saya
tidak melakukan apapun. Sangat tidak asil mengeluarkannya dari sekolah. Anak saya
tidak bersalah dan anda seharusnya mengetahuinya. Dan itu alasan saya melakukan
ini.”
Hye-sung terharu
dengan pembelaan ibunya, ibu percaya sepenuhnya padanya.
Ibu kemudian
mengajak Hye-sung pergi. Pas belok, ibu terduduk, liat contekan ditangannya, dia
lupa ada yang ketinggalan gak di sebut, ‘anda tidak menyelamatkan orang dengan hukum,
anda membuat mereka menangis’.
Hye-sung
senang ibu benar-benar percaya sama dia. Tentu saja ibu percaya..
No comments:
Post a Comment